Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2023

PUISI "SEBAB JANUARI AKAN PERGI", Oleh: Erka Ray

Apa karena Januari akan pergi Langit ramai-ramai menyatakan cinta  Terutama aku yang sempat di bahagiakan  Apa karena Januari akan tertidur Sehingga nyanyian ninabobok mulai diputar  Seberarti itu kah dia? Serempak mengangguk Ternyata iya, Aku yang tak tahu apa-apa Karena Januari akan pergi Apa semuanya menangis Terasa ingin memeluk Mencegah pergi Tak ingin ditinggal sebab akan tanggal  Padahal sudah terlanjur jatuh cinta Januari pilu sebab akan pergi Bersiap meninggalkan Bersiap melambai tangan  Esok tidak ada lagi-lagi titimangsa Januari Esok akan bergantian Februari Masih berakhiran 'i'  Mungkin cintanya ini masih akan terus berlanjut Sebab Januari akan pergi Kita, terutama aku ikut dirundung pilu  Sumenep, 31 Januari 2023

PUISI "CERITA HUJAN YANG PANJANG", Oleh: Erka Ray

Malam ini lagi-lagi cerita hujan di depan rumah Kubangan yang kering  Kini terisi  Apa di situ ada kenangan kita yang tertinggal Masalahnya keramik putih di rumahku telah basah keseluruhan Sedikit tempias pada kaca  Malam ini hujan sedang bercerita Panjang sekali ceritanya Sesekali aku mendengarkan Ternyata ada kita  Kita rupanya menjadi salah satu kenangan di sana  Malam ini hujan  Padahal tadi sore sudah hujan  Apa hujan memang suka bercerita panjang jika sudah nyaman  Aku masih kebingungan Sedangkan lubang-lubang di depan rumah sudah penuh  Namun cerita ini belum mendekati endingnya Semakin dingin  Kenapa? Aku bertanya Tidak ada yang menjawab Tuli, Suara hujan mendominasi Sumenep, 31 Januari 2023

PUISI "KITA BERJALAN MASING-MASING", Oleh: Erka Ray

Entah apa karena tangan kita yang terlalu licin untuk saling menggenggam Atau memang salah satu dari kita yang tidak mau View di sekitar kita sudah mendukung Kita hanya perlu siap Untuk maju bersama Dan berhenti bersama Saling menunggu satu sama lain Tadi aku sudah bilang, Mungkin tangan kita yang licin Kita tida bergandengan sejauh ini Meski ada kerikil di depanmu Kamu mengaduh Sedikit tersandung Aku menawarkan tangan "Tidak perlu," katamu Aku hanya berniat membantu Di depan lagi Aku jatuh Kamu pergi Padahal kita memulai bersama Setidaknya kita bisa beriringan kan Entah siapa yang tidak mau Aku terkadang juga enggan mendengar panggilanmu Aku diam Tidak bergeming Kamu berteriak memanggil nama Sungguh aku tidak mendengar Kemarin aku menoleh Ternyata bukan namaku yang dipanggil Ya, Kita memang tidak saling menggenggam tangan dengan beriringan Sumenep, 30 Januari 2023

PUISI "SEPOTONG SORE", Oleh: Erka Ray

Sore hari Saat langit sedang memupuk rindunya tinggi-tinggi Dari pagi hingga sore Anak-anak yang pulang sekolah madrasah sore Berlari-lari menjinjing buku-buku tipis Kopyah yang miring Kala itu aku mengerjap Mereka tertawa Berebut es lilin di toko kecil Ada yang kerudungnya miring Wajah kusut Habis menangis tidak lancar hafalan Terdengar suara tapak kaki berlari Kencang di antara sibuknya sore yang masih berbincang ringan di depan rumah Anak-anak berbaju bola lusuh berlari Menggiring bola ke lapangan Tawanya membentur kaca Aku disitu mengerjap lagi Aku dulu juga Aku berbisik demikian Sore-sore Masih berpeluh Pulang sekolah, Ada yang hanya duduk depan rumah Menunggu Maghrib untuk menjinjing mukena Sarung yang juga kedodoran Melorot diisengin teman samping kanan kiri Sore ini masih sibuk ternyata dengan cerita singkat kita Sumenep, 30 Januari 2023

PUISI "CINTA DI PANDANGAN PERTAMA", Oleh; Erka Ray

Kenapa tali sepatumu lepas Aku bertanya Mulai kebingungan Ingin kupasangkan Ternyata hilang talinya Aku bertanya lirih Mukamu berpaling Membuang muka dari mukaku Ada apa dengan sepatumu Kamu kesulitan berjalan Tidak berdiri Terus duduk Lama, Hingga aku mengajakmu berdiri Untuk sekedar berdiri saja Kamu bikin, "Sepatuku robek." Aku terdiam Kenapa? Apa sudah lama tidak diganti Kamu mengangguk, mengiyakan Aku bertanya lagi, kenapa? Kamu bilang, "Aku sudah nyaman dengan sepatu ini." Aku memperhatikanmu Kamu bilang lagi, "Aku jatuh cinta padanya di pandangan pertama." Aku berpikir keras Apa dia lebih dari aku Yang tak bisa membuatmu jatuh cinta lagi "Dia berbeda," itu katamu Sumenep, 30 Januari 2023

PUISI "SEPOTONG KEHIDUPAN PAGI", Oleh: Erka Ray

Lihatlah, Ladang-ladang mulai ramai dijejali kaki-kaki tanpa sandal Kaki yang berlumur lumpur Lihatlah, Ladang-ladang mulai ramai dengan kicau burung yang seakan berteriak, "Aku datang." Sawah-sawah pematang yang sudah siap Badan pagi tengah bersujud rupanya dari subuh tadi  Menyatakan bentuk cinta paling dalam  Lihatlah, Ada rantang berisi makanan  Nasi berlauk bayam hasil panen  Dimasak pagi-pagi dengan semangat Diantar pada gubuk di ladang  Lihatlah, Tawa-tawa terdengar nyaring di telinga Tidak peduli, Meski sepagi ini baju telah basah dengan peluh "Ada mentari pagi yang siap membantu mengeringkan," itu kata mereka Ladang-ladang, Sawah-sawah, Jalan-jalan, Sepagi ini sudah mulai menggeliat kehidupannya Sumenep, 30 Januari 2023

HUMOR "LOMBA AGUSTUSAN", Oleh: Erka Ray

Pada saat memasuki bulan Agustus setiap desa pastinya mengadakan lomba untuk memeriahkan hari kemerdekaan. Berbagai lomba diadakan dari makan kerupuk, balap karung, nyanyi, panjat pinang dan sebagainya. Desa Makmur, begitulah nama desa ini. Mungkin orang-orangnya Makmur-makmur ya. Desa Makmur ini juga turut memeriahkan bulan kemerdekaan Indonesia dengan mengadakan lomba mulai dari anak anak sampai yang lansia. Pak Asep, wah Asep lagi namanya ya. Nah, Pak Asep ini adalah salah satu warga Desa Makmur yang juga turut berpatrisipasi mengikuti lomba tersebut. Ia mengikuti lomba menyanyikan lagu nasional. Pak Asep ini sudah percaya diri sekali saat akan mengikuti lomba menyakiti lagu nasional. Sudah jauh-jauh hari menghapalkan liriknya. Sampailah pada hari lomba tersebut. Pak Asep pun naik ke atas panggung dan langsung mengeluarkan suara emasnya. Musik pun diputar kencang-kencang menggunakan sound sistem. "Enam belas Agustus tahun empat lima." "Eh, Pak. Salah Pak. ...

PUISI "MERAWAT RINDU SAMPAI SUBUR", Oleh: Erka Ray

Aku sebenernya tidak tahu, Kenapa kamu masih membungkus rindu pagi ini  Meletakkan di meja makan Dengan sumringah Dengan suka cita Masih bercanda Berusaha dan mengusahakan tawa di piring-piring putih  Yang akan ditemani denting sendok kita yang ramai di meja makan  Kamu masih merawat rindu ini sampai subur  Lebih subur dari pohon di depan rumahmu  Atau lebih subur dari bunga mawar yang telah dilucuti kelopaknya Yang merah  Lebih merah dari warna lipstikmu Terus merawat rindu  Sampai pagi benar-benar datang  Sampai meja makan penuh dengan gombalan Kalau hari ini mentari membungkus janjinya juga  Menyajikannya untukmu juga  Mengajakmu merindu bersama Sumenep, 29 Januari 2023

PUISI "PUISIKU TIDAK RUMIT", Oleh: Erka Ray

Apa puisiku terlihat rumit Rumit saat dibaca Kamu sampai tidak paham Mengeluh tentang majas hiperbola yang kamu rasa berlebihan Mengeluh lagi soal diksi yang kamu tak paham juga Apa puisiku rumit Aku rasa tidak Tidak ada daun jatuh kali ini yang aku bahas Juga tidak ada bintang atau malam yang bertengkar Hanya puisi sederhana Aku membuatkanmu puisi Aku tidak memasukkan majas-majas yang sulit Sama sekali tidak ada Hanya ada kalimat sederhana Kamu baca saja Hanya berisi tentangmu Baca lagi puisiku Jika kamu masih menemukan pagi atau janji mentari Mungkin kamu akan kebingungan Tidak paham lagi Aku sudah membuatkanmu yang mudah Tidak ada rindu-rindu pagi yang sudah menunduk hormat Tidak ada kata-kata sulit Baca saja Sumenep, 29 Januari 2023

HUMOR "SUSTER NGESOT NGEPEL", Oleh: Erka Ray

Asep ini sedang duduk sekarang sama Zaenal di teras rumah Zaenal sehabis shalat Isya'. Menyeruput kopi hitam yang baru diseduh. Masih panas. "Sekarang malam apa," tanya Asep pada Zaenal "Malam Jum'at. Memangnya kenapa?" tanya si Zaenal. "Kamu tau suster ngesot kan? Yang sering muncul-muncul di TV itu." Zaenal menjawab Asep dengan anggukan. "Enak ya dia, udah jadi hantu tapi masih bisa masuk TV, main film pula. Aku aja yang hidup kalah sama dia." "Eh, opini dari mana itu, Sep. Itu cuma bohongan bukan betulan suster ngesot," jawab Zaenal. Tidak habis pikir dengan pikiran aneh temannya ini. "Kamu pernah mikir gak sih, Nal?" tanya Asep lagi-lagi. "Pernah, tapi gak mikir yang aneh-aneh kayak kamu. Suster ngesot aja dipikirin," ucap Zaenal. "Tunggu dulu. Ini masuk akal kok." "Suster ngesot kalau lagi ngesot itu sebenarnya lagi ngepel lantai gak sih? Soalnya dia kan ngesot di lantai?"...

PUISI "KITA HANYA PERNAH TAPI TIDAK LAMA", Oleh: Erka Ray

Maaf, Ternyata daun yang jatuh di halaman rumahku bukan dari pohon di rumahmu Maaf, Meski kita di bawah langit yang sama Tapi kita tidak berteduh berdua Sampah botol minum di rumahku Ternyata bukan apa yang kita beli berdua Kita memang suka sekali dengan makan roti Tapi kita tidak pernah mengantri di toko yang sama Kita suka pedas Tapi level kita berbeda Aku katakan lagi Daun yang jatuh di rumahku Tidak berasa dari pohon di rumahmu Mungkin mirip Tapi tidak sama Berbeda saat didekati Meski kita sempat menyempatkan membeli plastik bersama Tapi kita tidak mengisinya berdua Kita memang suka warna yang sama Tapi tidak sama saat kita menyatakan rasa Ingat hanya sempat Tapi tidak lama Sumenep, 28 Januari 2023

PUISI "AKU MALU-MALU MENGINGINKANMU", Oleh: Erka Ray

 Aku malu-malu Jika harus mengutarakan rindu yang lagi-lagi resah mengucapkan syukur Kalimat "Alhamdulillah" yang luluh dari bibir  Menguntit hati bermesraan dengan hatimu  Rasa syukur ini sesekali datang  Meski datang dalam hal yang sederhana Dengan jari manis yang masih terikat janji  Semanis itu memang  Aku masih malu memelukmu di antara adzan dan Iqamah  Yang doanya cepat terkabul  Aku masih malu juga, Jika memintamu di malam yang sepi Di antara kemesraan sajadah dan dahiku Aku bahkan ingin memilikimu seperti layaknya embun yang mengecup pagi  Membuka mata di dekat jendela Lagi-lagi jendela ya ... Aku malu  Meski hanya untuk berucap, "Aku menyelipkanmu di doa tadi." Doa yang mungkin sudah menembus langit-langit dan langit Siapa tahu nama kita sudah terpasang di sana Saling mengait  Hingga hanya soal waktu Raganya juga ikut  Sumenep, 27 Januari 2023

PUISI "SAMPAI MELATI BERPINDAH PADA KERUDUNGMU", Oleh: Erka Ray

 Di rumah kita masing-masing Kita sedang sibuk dengan urusan masing-masing pula Kita sedang berkutat, Entah dengan apa Kita akan terus menjadi kita Kita selalu merindu sekali dua Kita yang menjawab apa adanya  Saat kita ditanya Perihal kita yang masih bertahan sampai di sini  Kita terus bertahan Sampai bunga melati yang kau tanam di halamanmu  Berpindah menghiasi kerudung putihmu Dengan riasan tebal Dan pipi yang merona Berdiri anggun di hadapan puluhan pasang mata  Yang sesekali mengucap kagum Kita masih bertahan di rumah masing-masing Menunggu janur kuning ada di depan pintu Melengkung menyambut hangat  Lebih hangat dari kopi pagi  Sumenep, 27 Januari 2023

PUISI "TIDURLAH BU SAAT MENDUNG DATANG", Oleh: Erka Ray

 Tidurlah, Bu Saat awan mulai datang di atas kepala Dan malam menyambut dengan dahaganya Istirahatlah, Bu Di sampingmu sudah aku siapkan selimut dengan nyaman Pejamkan matamu, Bu  Meski atap genting sedang ramai menyambut nyanyian hujan  Bu, Jika malam ini lelah batin dan ragamu Pulang pada pelukanku Jika mendung di ujung matamu Angin mengganggu anak rambutmu Beri tahu aku Aku bisa menyingkirkannya untukmu Bu jika mendung terus datang Dan kau berdoa untuk esok yang cerah Untuk cucian yang menggantung basah Aku ikut mengaminkan malam ini  Tidurlah Bu malam ini  Anggap saja malam ini seluruh penduduk langit sedang menyambutmu  Sumenep, 27 Januari 2023 

HUMOR "LOMBA MAKAN KERUPUK", Oleh: Erka Ray

Bulan ini adalah bulan Agustus. Bulan di mana Indonesia merdeka dari penjajahannya yang bertahun-tahun. Di bulan kemerdekaan yang biasanya, eh bukan biasanya sih tapi memang iya. Bulan Agustus ini dimeriahkan dengan beranekaragam lomba-lomba yang menarik. Salah satunya lomba makan kerupuk. Ini paling enak, soalnya sambil makan. Namanya Asep. Eh, kok Asep lagi. Ya gak papa. Nama Asep ini keren sekali loh. Asep adalah remaja yang antusias sekali mengikuti lomba Agustusan. Namanya banyak terdaftar dikegiatan perlombaan.  Sore itu sekitar jam setengah empat, lomba makan kerupuk pun dimulai dan si Asep jadi peserta di sana.  "Satu ... dua ... Mulai." Asep pun bersiap-siap di barisan para peserta. Asep membuka mulutnya dan bersiap menyantap kerupuknya. Namun dia terhenti dan mengatakan, "Alhamdulillah," sebelum sempat memakan kerupuk itu sedikitpun.  Peserta yang lain dengan lahap memakan kerupuk yang digantung dihadapannya tanpa memperdulikan Asep yang tida...

PUISI "WANGI SEMERBAK", Oleh: Erka Ray

 Semerbak wangi pagi di antara bajumu Melepuh? Tentu saja tidak Terus membuat candu saat di dekatmu Wangi ini bagai kasturi yang dituang langsung Aku seperti terbius oleh wangi itu  Di antara pagi yang juga wangi Tanah ingin terus di agungkan Menebar wangi pada tetes embun pertama Bagaimana seorang kekasih yang sudah lama merindu  Sangat candu  Diulang lagi  Kisah pagi ini yang juga tak kalah wangi Ditabur mawar merah yang disulam pada bajumu Terus langgeng di sana Wangi ini jangan diganggu Pelangi seolah turun sendiri untuk mengintai  Mencari sumber wangi yang menelisik hidupnya Dia berucap,  "Aku ingin itu." Hingga dia jatuh di antara sungai deras yang sedang jernih warnanya Segar, Sesegar wangi ini yang keluar dari bibir langit Sumenep, 27 Januari 2023

PUISI "PERASAAN YANG INGIN DIMILIKI", Oleh: Erka Ray

 Endapan yang mengelilingiku Rasa yang tak pernah pupus kobarkannya Kadang, memantik untuk dimiliki kisahnya Antar aku pada sang pemilik untuk membarter kisah ini Raga yang mulai meronta tak terduga Aku tak apa meski terluka untuk kesekian kalinya Yang bisa kulakukan hanya memeluk erat kembali Rasa ini harus kumiliki Antara digenggam atau hanya kupandangi Sajian yang kususun rapi hanya untuk perasaan ini Antara mempersembahkan hidup atau mati Yang lama ku eluh-eluhkan keberadaannya Aku hanya bisa tertunduk mengutuk kaki Nalar yang mulai tak tertata Gairah yang padam diujung langkah yang sudah dekat Hingar-bingar semakin usil di pendengaran Nalar yang lagi-lagi bertaruh menjadi tidak waras Aku menginginkannya jadi milikku Sumenep, 26 Januari 2023

PUISI "PERASAAN INI SALAH DIRAWAT", Oleh: Erka Ray

 Entah menjadi api atau kayu yang salah menyatakan perasaan Aku tetap tak apa Entah menjadi asap yang juga salah memperlakukan rindunya Aku lagi-lagi tak apa Meski sedikit resah dan gundah  Aku tetap api panas yang salah merawat cintanya Kamu tidak nyaman  Itu katamu waktu itu Aku memang salah saat mengucap, "Aku rindu" Aku menghalangi pandanganmu kayaknya kabut Menjadi ilalang yang usil pada kakimu Kamu nyaman  Aku tahu Aku asap yang membuat penciumanmu ditutup Salah pernyataan perasaan ini  Cara merawat perasaan ini juga salah  Aku api yang membuatmu terbakar keseluruhan Habis perasaanmu pada akhirnya Tidak kurawat baik  Bukan dipangkas Malah kujadikan abu  Aku minta maaf  Sumenep, 25 Januari 2023

CERMIN "BERSAMAMU MALAM INI", Oleh: Erka Ray

"Entahlah aku tidak tahu apa aku bahagia atau tidak." Demikian kata Lita lewat pesan WhatsApp-nya. Malam yang rindang dan malam yang sepi. Aku mengambil handphone di atas nakas iseng membuka aplikasi pesan berwarna hijau. Siapa tahu ada pesan penting yang masuk. Ternyata tidak ada apa-apa. Aku beralih melihat-lihat story teman-teman. Selang lima menit ada pesan masuk. Dan itu dari Lita teman SMA ku yang sudah menikah. Sebenarnya Lita mempunyai cita-cita yang besar. Ingin Kuliah satu Universitas denganku. Karena dijodohkan oleh orang tuanya dan tidak bisa menolak, jadilah dia saat ini sudah menikah. Hanya aku yang melanjutkan Kuliah di Universitas itu. "Kenapa begitu, bukanlah sudah hampir satu tahun pernikahan kalian? Dan kamu saat ini tengah mengandung," ucapku membalas pesannya. "Iya, Rita, memang tidak terasa sudah satu tahun. Aku belakangan ini agak kesal dengannya. Dia menjanjikanku jalan-jalan, tapi setelah aku ajak dia tidak mau, katanya taku...

PUISI "MENYUKAI HARI INI", Oleh: Erka Ray

 Aku selalu takjub jika berbicara pagi dan sore hari  Cukup sedikit mengeluh pada siang hari Panas, hujan, mendung dan lain-lain Tapi sesekali kecewa dengan pagi  Jika langit sedang bercerita dengan kisah pilunya Dia lebih memilih mendengarkan langit dari pada memenuhi janji Janji datangannya matahari pagi  Tapi aku sesekali menangis pada sore hari  Entah kenapa, Perasaan sedih terlampau nyaman diceritakan padanya Satu dua, air mata yang jadi korbannya Aku sesekali menyukai malam  Entah untuk apa  Malam bagiku punya janji yang sama yang selalu ditempati Datang meski dibenci Tidur meski dimaki Malam adalah janji tenang Malam adalah janji untuk istirahat Sampai akhirnya aku menyukai hari ini Sumenep, 25 Januari 2023

PUISI "KATAMU, ADA YANG LEBIH INDAH DARI WAJAHMU", Oleh: Erka Ray

 Aku tidak bosan melihatmu Meski kamu bilang, Matahari pagi jauh lebih indah  Saat menguning di bibir kehidupan yang mulai membuka  Kamu bilang, Jangan liat wajahku Banyak jerawatnya di sana sini Lalu apa yang indah Begitulah katamu  Tapi aku tetap memandangmu  Pagi, siang, sore sampai malam  Kamu lagi-lagi bilang, Senja di kota kita lebih indah dari wajahku Pandangi dia saja  Kamu sering tidak mau jika dipandang Padahal aku menyukai detail wajahmu Aku tahu, Jerawatmu ada satu dua tiga di sana  Kenapa harus dipermasalahkan Aku tidak bermasalah dengan itu Aku sering abai soal sekitar Yang kamu bilang,  Itu lebih indah darimu  Tapi aku bodo amat  Aku sedang memandangi wajahmu Sumenep, 25 Januari 2023

PUISI "AKU TERLUKA", Oleh: Erka Ray

 Terlonjak kaget Terdidik  Tertampar keras Aku berjalan Aku duduk yang tidak sebentar Lalu kembali tertunduk Mengingat lagi  Aku di bawah Aku sering merasa di atas  Aku jatuh tanpa sengaja Lumayan sakit untuk luka yang tiba-tiba Sendiri Tidak lagi bersama  Untuk sekedar mengatakan, Lukaku sakit Sedikit perih  Lecet dan semacamnya Aku berdiri Tidak mau duduk Aku susah jika harus bersama hari ini  Mulai bimbang  Aku siapa  Luka ini menjawab Bukan siapa-siapa ternyata Hanya sekali dua aku bersamanya  Apa separah itu  Aku melihatnya Lumayan untuk ukuran luka yang tidak disengaja Cukup sakit  Saat tak sengaja disentuh Luka ini merepotkan ternyata Sumenep, 25 Januari 2023

PUISI "BUATLAH PUISI", Oleh: Erka Ray

Selamat berpuisi untuk yang malam ini tengah berpuisi  Entah berpuisi untuk kasur Atau bantal yang sembab Selamat berpuisi  Tidak apa meski tidak harus melibatkan perasaan Tuangkan saja semuanya malam ini  Tuliskan saja kalimat pertama pada puisimu Selamat berpuisi Untuk yang saat ini tengah patah-patah bangkit Untuk yang saat ini jatuh bangun  Berpuisi untuk diri sendiri Atau untuk orang lain Puisinya tidak perlu rumit  Tidak perlu rumput bergoyang dan semacamnya Cukup ungkapan terima kasih Untuk malam yang membuat tenang  Dan kasur yang terus menerima tubuh rapuh ini  Buatlah puisi panjang Sampai bisa menyelimuti diri sendiri Untuk malam yang mulai dingin  Yang tak bisa digambarkan dengan apapun Sumenep, 24 Januari 2023

CERPEN "TERBAIK DARI YANG BAIK", Oleh: Erka Ray

Hari ini cerah tapi tidak secerah suasana hati. Burung-burung sudah pergi mencari isi perut sepagi ini, terbang rendah di atas genting. Bersuara merdu, meski hanya samar-samar. Di desa ini kehidupan sudah mulai bangkit sejak subuh. Entah ada yang sibuk di dapur atau sibuk mempersiapkan alat-alat kerjanya untuk ke ladang.  "Sudah siap tidak?" Andi tampak rapi dengan setelan Kemeja hitam dan celana cream. Jam delapan lewat sepuluh menit, dia nongol di samping rumah. Hari ini Aku dan Andi akan pergi ke pernikahannya Mita. Iya hari ini Mita menikah.  Sebelumnya perkenalkan, namaku Fauzan. Dan tidak ada yang spesial sih dariku untuk kalian ketahui. Cukup tahu nama saja. Selebihnya biarkan kisah ini tuntas terlebih dahulu.  "Kau kuat kan, Kawan?" Andi sibuk bertanya di atas motor saat kami sudah berangkat. Mengganggu konsentrasiku menyetir saja.  Aku tahu maksud Andi berkata demikian. Aku menaruh hari pada Mita sudah sejak lama. Sejak kami duduk di bangku SMA....

PUISI "BERTUKAR PESAN", Oleh: Erka Ray

 Berbalas pesan denganmu seru  Berekspansi lewat emoji  Apakah kita sama-sama tertawa saat membaca  Dari huruf A B C sampai D Apa kita akan terus mengeja Berpura-pura buta aksara Kita bertukar kesan Dan kabar tentunya Sampai kita tak tahu Ada huruf yang ternyata kurang saat pesan dikirim Tertawa lagi  Kesalahan lah yang kita tertawakan Kita bertukar pesan sampai larut  Tidak berbisik rindu  Hanya sesekali memaki keadaan Kamu memakiku Kita saling memaki Tidak berhenti Sampai room chat kita penuh Meski sesekali jenuh Sampai kita kehilangan bahan untuk dibahas Kita masih terus bertukar pesan Meski tanpa tujuan Kita menanggapi insta story masing-masing Lupa kalau sebelumnya sudah tidak tahu apa yang akan dibahas Kemudian kembali memaki Sumenep, 23 Januari 2023

PUISI "MALAM YANG MASIH TERJAGA", Oleh: Erka Ray

 Masih keluar  Di jalan yang sedang diintai malam Di bawah bintang  Dengan samping kanan kiri yang berjejer makanan Kita malam ini memanjakan perut Tidak merajut lama Kita pindah dari satu kedai ke kedai yang lain Mencicipi Mari keluar  Kita duduk santai mengalahkan sibuknya malam Yang awalnya kita kira akan sunyi  Di bawah intaian lampu-lampu jalan  Yang berwarna Membuat kota ini bangun  Malam yang terang  Kita keluar Dengan keadaan seadanya Mulai memilih apa yang kita mau  Kita duduk Kita berdiri Kita berjalan  Lagi dan lagi  Kita berpindah tempat untuk hal baru  Mengelilingi malam  Yang ternyata masih terjaga sampai larut  Masih ramai sudut-sudut Kita akan keluar sesekali Tidak risau malam mengintai Rembulan tergantung di atas  Dan lampu kamar yang kita matikan karena ingin keluar Sumenep, 23 Januari 2023

HUMOR "JODOHNYA BREWOKAN", Oleh: Erka Ray

Hari yang cerah. Tentu panas begini masih mau bilang hari yang suram. Hidupmu saja yang suram. Masalah terus yang dipikirin bukan diselesaikan. Hari ini hari Minggu, weekend. Hari libur. Dan juga hari bersih-bersih rumah. Dari tadi subuh Ibu sudah berteriak-teriak menyuruh bersih-bersih ini itu. "Anak gadis kalau pagi bersih-bersih rumah, Minah." Begitulah kata ibu. "Kalau bersih-bersih itu harus bersih tidak tertinggal satupun. Nanti suaminya brewokan kalau tidak bersih." Nah begitu juga kelanjutan dari teriakan ibu pagi tadi.  Karena aku bosan diteriaki berkali-kali, jadilah aku bergegas membersihkan rumah. Mulai dari mencuci baju dan cuci piring. Dilanjut dengan membersihkan tempat tidur dan kamar tercinta. Dilanjut lagi dengan mengelap kaca, mengepel dan menyapu.  Saat menyapu lagi-lagi ibu berteriak.  "Kamu gimana nyapunya, Minah. Liat di kolong meja masih ada debunya. Tuh juga di pojok yang itu masih ada sarang laba-laba." Begitulah kata ...

PUISI "DUA ORANG YANG SALING BUTUH", Oleh: Erka Ray

 Apa kita adalah orang yang sama-sama butuh hari ini Misalnya sama-sama butuh untuk memperbaikinya rumah Menyapu halaman Dan mengelap kaca Apa kita adalah orang yang akan saling membantu Misalnya membantu memasang pigura di dinding Atau membantu mengecet ulang dinding yang sudah lusuh  Aku berharap kita memanglah dua orang yang saling butuh  Pula saling membantu  Saling mengambilkan nasi di meja makan  Saling bertukar bacaan di koran Saling tag di Sosial Media Dan kita saling berbagi tempat tidur Meski kecil kita berkata nyaman  Seiring berjalannya waktu Kita sama-sama terbiasa butuh satu sama lain Aku butuh kamu untuk mengangkat galon air Atau sekedar memasang tabung gas  Untuk esoknya kita tersenyum Kita telah nyaman Sumenep, 24 Januari 2023

PUISI "RUMAH TERAKHIRMU", Oleh: Erka Ray

 Semilir angin hari ini terlihat usil Saat aku hendak menuju ke rumahmu Rumah terakhir  Menerbangkan ujung kerudung Yang warnanya menyaingi warna langit  Aku kegerahan menuju rumahmu Tempat beristirahat Yang terakhir Duduk di sana Aku masih berusaha memetik bunga  Yang ingin bersimpuh pada tubuhmu Yang mulai terkikis masa Tidak terasa  Dulu kita bertengkar soal pilihan warna Kamu memilih hitam Dan aku memilih putih Namun putih yang ternyata menutupi tubuhmu pada akhirnya Hingga diproses waktu dengan lebih rinci Dibungkus beserta sakit dan perihnya Aku masih duduk santa di rumahmu yang terakhir Meski angin  Berulang kali meminta pulang Sudah cukup katanya bungaku di atas tubuhmu Sumenep, 23 Januari 2023

HUMOR "JODOHNYA SAMA OM-OM", Oleh: Erka Ray

"Cepet bangun Mina. Jangan tidur terus. Ini sudah siang, ayam saja sudah pergi mencari makan ke rumah tetangga." Ibu berteriak pagi-pagi begini. Kan tadi aku sudah bangun tapi tidur ketiduran, lebih tepatnya tidur lagi sih habis subuh. Ya mau bagaimana lagi, mata tidak bisa dikondisikan karena tadi malam begadang sambil mengerjakan tugas. Eh, lebih tepatnya sih banyak istirahatnya dari pada nugasnya. Aku tahu matahari di luar rumah sudah bersinar terang. "Kamu ini anak gadis kalau tidur jangan bangun kesiangan." Ibu mengetuk-ngetuk pintu kamarku. "Iya, Bu," Aku akhirnya menjawab. Setelah mandi, aku ikut sarapan dengan adik-adikku yang lain. "Kamu kalau bangun jangan kesiangan, nanti jodohnya Om-om," ucap Ibu sambil sibuk mengunyah makanan. Ibu memang begitu, makan saja sambil ngoceh. "Cepat bersih-bersih rumah. Jangan jadi pemalas, nanti suaminya brewokan." Ibu lagi-lagi menyuruh, mengatakan ini itu. Lagi-lagi aku hanya meng...

CERPEN "SENJA YANG AKHIRNYA TIDUR", Oleh: Erka Ray

Sejauh mata memandang, menelanjangi langit sore di ujung barat. Terlihat semburat kuning yang iseng sekali mengecup pucuk-pucuk dedaunan yang sedang berdansa bersama angin.  Sebentar lagi mata langit akan terpejam, memberi isyarat lewat senja yang ditaburnya di seluruh penjuru kota, termasuk di wajahku kali ini.  Semua kenangan, semua ingatan indah dan pahit, mulai terputar ulang. Tersusun rapi di kepala. Aku dengan lirih menunduk sambil berkata,  "Kenapa secepat ini."  Aku tidak lagi menghiraukan lutut yang celananya kotor karena tanah yang lembab bekas hujan semalam.  Aku mengingat jelas raut wajah itu saat menunjukkan benda pipih panjang yang menunjukkan garis dua.  "Ini serius?" Aku bertanya dengan antusias. Lupakan semua lelah saat berkerja seharian. Ini sungguh kabar yang hebat sekali. Fitri, istriku mengangguk meyakinkan.  "Kamu hamil, Sayang? Di sini ada Bayinya?" Aku berjongkok mengelus perut istriku yang masih rata. Aku tersenyum....

CERMIN "BEKAL MAKAN JAM ISTIRAHAT", Oleh: Erka Ray

Berharap hari ini langit lebih bersahabat, mengingat beberapa hari terlah hujan terus. Mungkin memang sudah waktunya musim penghujan. Aku berjalan santai saja pergi ke sekolah, tidak mau terburu-buru, toh masih pagi juga. Aku tidak akan telat. Setelah sampai ke sekolah, masih terbilang empat atau lima orang teman yang datang, efek dari hujan semalam mengakibatkan cuaca dingin yang membuat tubuh betah berlama-lama di selimut. "Kamu bawa bekal apa hari ini, Dika?" Riki, salah satu teman di samping tempat dudukku, iseng bertanya menu bekal hari ini sambil kepalanya sedikit terangkat ingin tau menu kotak makanku. "Seperti biasa, masakan sederhana Ibu," ucapku santai. Menu nasi putih dengan lauk tumis Kangkung dan tempe yang dilumuri tepung, meski tepungnya tidak krispi. Masakan ini terbilang sederhana, tapi jangan pernah diremehkan. Karena rasanya begitu enak. Apalagi saat dimasak dengan hati yang tulus. "Lihat, hari ini bekal yang aku bawa. Mewah kan? ...

CERMIN "MELEPAS KELELAHAN", Oleh: Erka Ray

Pagi ini seperti biasa, pasar di kotaku sudah mulai ramai dengan kuli angkut yang sibuk mondar mandir mengangkat karung-karung, ibu yang sibuk tawar menawar. Sepagi ini kota kami sudah sibuk. Anak-anak yang akan pergi sekolah. Eh, lupa sekarang hari Minggu, libur. Berhubung sekarang hari libur, aku membantu ibu berjualan sayuran di pasar. Stand kami sudah rapi sejak jam lima tadi. Ibu sudah berangkat ke pasar sehabis shalat subuh, langsung membereskan semuanya. Aku ikut ke pasar pagi ini. Semenjak bapak meninggal 3 tahun lalu, ibu berjualan sendiri. Kadang kalau hari libur aku ikut menemani, meski tak banyak yang bisa aku bantu karena masih kurang paham soal jual menjual. "Nak, cabe ya lima ribu," ucap ibu-ibu yang tangannya sudah penuh dengan belanjaan. Aku langsung cekatan membungkuk cabe. "Sekalian tambah ini ya, kangkung, tomat, wortel, kubis, sama kacang panjang." Ibu-ibu itu sibuk memilah-milah. Aku membungkusnya. Kusebutkan total harganya, sekian ...

CERMIN "SAMPAI REMBULAN TERTIDUR", Oleh: Erka Ray

Sebenarnya jadi ibu rumah tangga itu susah-susah gampang. Susahnya harus serba tahu kalau sudah punya anak. Gampangnya, ya entahlah. Dan fase gampang susah ini terus turun naik tidak nentu. Lihat saja saat ini, Eni sedang bolak-balik ke dapur memasak untuk sarapan keluarganya. Sedang sibuk mengulek bumbu-bumbu, setelahnya sibuk mencuci piring. Balik lagi ke kompornya yang masih menyala. "Haduh kenapa kalian ini baru bangun. Lihat sudah jam enam. Cepat mandi," pinta Eni pada kedua anak laki-lakinya.  "Cepat makan dan bergegas ke sekolah," ucap Eni yang sambil menyuapi anak ke duanya yang masih PAUD. "Kakak uang jajannya jangan lupa ditabung, jangan banyak jajan terus. Fokus belajar ya." Eni memasangkan tas sekolah anaknya. Lalu anak pertamanya mencium tangan Eni, dan bergegas ke sekolah. Eni masih melanjutkan kerjaannya di dapur. Mencuci piring, lalu menyapu. Sedangkan matahari di luar sudah cukup manas. Eni menatap jendela teringat dengan cucia...

PUISI "MENANGISI YANG SUDAH TAK ADA", Oleh: Erka Ray

 Agaknya kita harus menangis bersama pagi ini Mengutarakan perasaan yang acak-acakan Tidak menentu arahnya Dan tujuannya Ternyata sama saja Kita harus berpisah di ujung jalan sana Demi tujuan yang telah berbeda Aku kira kira akan menangis bersama Bersama mendung di atas rumahmu dan rumahku Yang atapnya bocor Membuat rembes ke dalam Ruang tamu yang kedinginan Dan taplak meja yang basah Kita nyatanya menangis sendiri-sendiri Tidak berdua di depan rumah Aku di antah-berantah Dan kamu yang entahlah Kita sudah menjadi dua orang asing untuk usang Yang sobek Lama tidak berinteraksi dengan diriku Kita sudah usai nyatanya Kita menangis sendiri Tentang apa? Ternyata tentang kisah yang saat ini sudah tak ada Sumenep, 20 Januari 2023

PUISI "KAMU MILIKKU", Oleh: Erka Ray

 Mentari menggelantung di depan matamu pagi ini Ingin membuka jalan katanya Jalan menuju hatimu Matahari membunuh embun-embun yang suka membasuh hatimu Ingin sendiri bertahta Ingin melawan arah Mentari memang angkuh membasuh wajahmu sendirian Menghilangkan dari noda-noda semalam Ingin terus bersamamu katanya Hingga terlarut dalam seduh sedan air matamu Yang mengalir tanpa permisi dulu Matahari memang sebejat itu jika menyangkut dirimu Ingin mengutarakan cinta Perasaan yang mendalam Yang lihai menebas kecewa pada matamu Yang menghalangi Dia ingin mengecup rindu di pucuk kepalamu Menyisir rambut yang berantakan Matahari khusus untuk dirimu Menyatakan kamu adalah miliknya Sumenep, 20 Januari 2023

PUISI "KESYAHDUAN", Oleh: Erka Ray

 Telinga ini penuh Telinga ini buncah  Ditunggu suara-suara nyaring yang silih berganti  Di ujung bibir Diujung lidah yang berkelit  Berulang kali bilang lancar Bilang bisa  Padahal di akhir masih terbata-bata Telinga ini syahdu diberi suguhan anak-anak yang mengaji Dengan lantang  Membuat bulan mengintip di balik jendela Terlihat tersenyum Mungkin ikut merasakan juga  Selepas matahari tertidur Memang masih banyak kenangan di antar Azan dan Iqamah Yang silih berganti Beratur masuk pada hati Meminta bukti nyata dari ketulusan doa-doa Yang ternyata sudah panjang Menjadi teman malam di sepertiganya Sumenep, 20 Januari 2023

PUISI "BERANI BERBICARA", Oleh: Erka Ray

 Tersimpan rapi di bawah lidahmu Kamu tidak lagi berbisik Tidak pula berkata nyaring Kamu diam Lidah tergulung rapi Padahal ada cara untuk berbicara Angkat suara Di ruangan kotak persegi Berharap maju Meski cemas-cemas harap Dicekik bayang-bayang yang diciptakan sendiri Tidak maju pada akhirnya Tidak berbicara Padahal perkataan sudah disusun rapi di kepala Hanya perlu disampaikan Lebih rapi Lebih lantang Katanya nyaring Kamu bisa berbicara Menampar satu persatu wajah-wajah yang menatap remeh Rendah di mata orang-orang Jangan simpan di bawah lidah Jangan kunci mulutmu Terus maju menggerus Ucap langtang Aku yang bersuara Berbicara tentang tema sulit hari ini Jangan takut Kamu salah, Bisa dibetulkan Sumenep, 19 Januari 2023

PUISI "SETUMPUK SALAM", Oleh: Erka Ray

 Meski lebar matamu berbinar Meski cerah harimu bersinar Kamu mendapat setumpuk salam Dari daun suka usil mengolok-olok Dari putihnya melati Seperti sadar akan menguning pada usianya Aku kira tadi apa Ternyata kamu yang tak kubiarkan beranjak Jangan cepat-cepat, Aku bahkan belum menulis kisahku di tanganmu Tanganmu masih bersih Hanya sedikit bekas noda masakan Kau bergulat dengan kisah di dapurmu Aku memanjatkan amin panjang kala itu Aku kira tadi bukan dirimu Aku mengabaikan salam-salam yang sudah menumpuk di dekat telinga Tak kusampaikan Buat apa Nyatanya, melati menguning memendam sayangnya padamu Daun terdiam, Tidak lagi rusuh dengan keusilannya Hanya bergerak merengkuh salamnya yang tak lagi sampai pada hatimu Sumenep, 18 Januari 2023

PUISI "AKU DI DUA PULUH TAHUN", Oleh: Erka Ray

 Jika dua puluh tahun di wajahku terlihat berkerut Membuat sepasang mata meraup pandangan Lebih luas  Lebih lebar Dua puluh tahun Yang kau nanti di bibir ranum yang sering mengoceh Soal rambut yang mempertahankan warnanya Yang selalu hitam  Juga kulit yang mati-matian tidak berubah Meski dua puluh tahun  Jangan bilang angka dua ini memanipulasimu Berkata sepanjang jalan Kenangan sedang diukir diujung kuku Berharap bisa diingat  Dua puluh tahun Berlari Waktu tidak merangkak  Hanya sedikit berbaik hati  Menyamarkan dengan langkahmu Setidaknya aku tahu, Dua puluh tahun ini Kecil di tangan Sampai bisa ku labuhi sudut bibirku  Untuk tidak mengucap apapun Di dua puluh tahun ini Anggap aku salah satu cincin di jarimu Yang tak dilepas kecuali sudah hilang Mencari tempat ternyata antara jari kelingking dan jari tengah Sumenep, 18 Desember 2023