Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2023

PUISI "TIDURLAH, MATAMU REDUP", Oleh: Erka Ray

Puisi ini tidak bergambar Juga tidak berwarna Masih layaknya matamu yang hitam putih Tidak berupa bibir-bibir yang merah menyala Duduk di dekat matamu yang menghitam "Tidurlah," bisikku kala awan usil di depan dahi Membuatmu berkerut Semoga puisi ini disukai Meski tak bergambar Tak menarik pandanganmu Untuk didekap, Atau diajak berbicara soal esok sore ada senja atau tidak Matamu akan tertutup "Pejamkanlah," kataku untuk dirimu yang sedang bersandar pada dinding Aku tahu, Tidak ada puisi yang kau suka kali ini Tidak bergairah, Tidak semenarik warna baju Meski kini lapuk Warna dan semangatnya yang menguntit di belakang kerudung Entahlah, Tidurlah saja, Esok mata masih bisa dibuka layaknya jendela Pamekasan, 27 Februari 2023

PUISI "RINDU YANG DILEPAS TANGAN", Oleh: Erka Ray

Bisa aku menyelinap di antara seragam SD yang berwarna merah putih Entah aku putih yang telah lusuh dijamah tanganmu Aku jelas bukan merah yang pemberani Juga bukan tawa-tawa yang riang menyalaminya tangan Ibu Hendak berangkat masih setia menunggu kawan Mata-mata yang sayu Mengerjab melawan pagi yang lancang Terus meninabobokan lama Sedangkan buku-buku matematika di dalam tas sedang kacau Antara nasib yang tak sesuai dengan hitungan yang tak selesai Atau rindu yang lancang berpindah pada buku bahasa Indonesia Mengubah diri menjadi majas-majas tak berdosa Pagi, Berlapis satu dan dua lauk-pauk di meja makan Tidak sedang denganku, Lama rindu dilepas tangan Aku tak layak disebut siapa Seragam merah putih masih bernama Masih bertopi untuk gaya Pamekasan, 26 Februari 2023

PUISI "AKU LELAH, BISA TIDAK BERTANYA?", Oleh: Erka Ray

Jika aku lelah  Kenapa aku dipertanyakan Antara kerudung yang miring  Atau riasan yang tak rata Serta kakiku yang pincang Yang terluka Malah ditanya alamat Apakah kamu bergurau Saat aku lelah Cikal bakalku tak bisah ku temui  Kamu sendiri masih bertanya Antara laut kering lebih indah mana dengan laut berkarang  Kamu juga bertanya Soal raut wajah yang tak lagi sama pasang surutnya senyuman  Saat aku duduk Aku diam Pertanyaanmu tak ada yang kujawab Meski sudah panjang Jalan depan rumah sampai kalah  Soal lelah  Yang tak henti  Masih membingkai Membungkus anggun tak henti di ujung pandangan sana Aku hanya ingin duduk saja  Berhenti bertanya  Soalnya kenapa kerudung miring  Atau riasan wajah yang tak merasa Aku pun pulang laut kering yang kau maksud Pamekasan, 25 Februari 2023

PUISI "APAKAH MENDUNG AKAN HUJAN?", Oleh: Erka Ray

Apa akan hujan? Mendung di atas kepala Tebal Seperti riasan pada wajahmu Apa akan turun hujan Lebat layaknya ocehanmu yang tak berhenti Mencari, mencela Tak berdaya di bawah lidah Pasaran Masih menunggu Kepastian langit yang lebih cerah Hanya mendung yang berisyarat didekat bibirmu Pertanda aku akan basah Tertolak telak Diusir menjauh Jangan berteduh Dan tidak memberi kesempatan Mendung ini menjadi Kilatan petir Membuat ketar-ketir Aku khawatir Menjenuh lebih lama lagi di depan rumahmu Yang mendung Aku tak tahu, Apakah memang akan hujan Atau hanya alasan dan akalanmu saja Untuk memberi sekat Didekat tubuhmu yang tak ingin kau sebut layak Aku berteduh, Menunggu pasti Menunggu janji terang kali ini Seperti diejek Aku diam Pamekasan, 24 Februari 2023

PUISI "TIDAK MENDAPAT APAPUN DARIMU", Oleh: Erka Ray

Sebelum matahari terbit dan lampu jalan masih menyala Ada datang Kakiku ada durinya Tertatih memelukmu yang juga berontak Tak ingin dekat-dekat denganku Ingin menjauh Menjaga jarak yang cukup untuk tidak membuat perasaan Yang akan menjalar kayaknya akar Agar lebih pendek Layaknya usia Sebelum matahari terbit Seperti bunga yang sudah bersujud untuk subuhnya Ingin segera memelukmu lebih intens Tapi apa daya, Ia ditolak Arah langkah yang tak karuan Padahal lampu jalan terang di atas kepala Dan suara dari surau-surau yang mendayu-dayu Terdengar fasih Tapi aku buta Ataukah dirimu Aku yang sudah menukar banyak Mendapat balasan sedikit Duduk jenuh Menunggu pagi lebih terang Agar bisa menetralkan penglihatan Pamekasan, 24 Februari 2023

PUISI "AKU KALAH", Oleh: Erka Ray

Izin, Aku tak sanggup Mata kemerahan pandangannya Mulai lelah Menyelimuti tangan yang jemarinya ingin patah Bukan sayap-sayap patah Tapi patah di hatimu sana Sakit, Mengelupas Atau sebenernya dikupas Hingga habis Izin, Aku kalah Beralas apa aku esok Lidahmu, Atau matamu yang salah pandang Hingga rapuh Hingga redup Jangan berharap lebih Aku miskin lidah untuk sekedar melepas janji-janji Lebih mudah nyatanya melepas batin untuk tidur Atau dibujuk dengan permen coklat Hingga luluh dan mau Pamekasan, 23 Februari 2023

PUISI "MALAM TAK BERHASIL", Oleh: Erka Ray

Malam tengah bernegosiasi Katanya, Dia tidak ingin bersedih Apalagi saat menyiram bunga mekar di tangannya Atau mematahkan ranting dengan harapannya Bernegosiasi soal diri yang tak lagi pantas Lantas harus apakah diri ini Meraup mesra dengan bintang-bintang yang tak beribu Yang tak lagi bernostalgia sebab kelelahan Bernegosiasi waktu Jika bisa dia tarik Malam ingin butuhnya lebih panjang Layaknya akar-akar yang melai merajut kemesraan dengan saksama Tak lagi egois Soal malam yang pendek Seakan lebih cemburu dengan darimu Langsung menyingkat waktu pertemuan Tak ingin berdusta sendiri Selamat malam Meski tak berhasil di langkah awal Tak juga bisa direngkuh Tak bisa bernegosiasi Malam panjang atau pendek, Tetap fasih menyebut namaku di salah satu lidahnya Meski sebentar tak cukup lihai Pamekasan, 23 Februari 2023

PUISI "RINDU YANG MENGGUNUNG DI SAMPING", Oleh: Erka Ray

Puisi malam ini ingin khidmat Meninggalkan bekas-bekas rindu yang telah menggunung Meninggi tak bisa ditahan lebih lama Mulai merebahkan diri Bersama dirimu yang akan terus dipeluknya dengan erat Membuat suasana cemburu kian fasih memanipulasi diri Agar tak terganggu dengan apapun itu Puisi malam ini diciptakan dengan sesendu mungkin Saat resah mulai pudar dan berlunturan di bibir ranum Sayang, Hanya bias akhir yang akan tamat sudah mengulur tangan Berharap mimpi malam ini tak hanya bunga tidur Tapi bisa dipetik untuk diajak pulang Duduk di ruang tamu Atau istirahat di sebelahku Saat mulai menggunung rindu yang bergaun janji Bisakah ia segera melamar tawanya Untuk bisa berimigrasi lebih lama pada wajah yang sudah bersusah hati begitu lama Pamekasan, 22 Februari 2023

PUISI "SAAT MENDUNG DI MATAKU", Oleh: Erka Ray

Aku hendak membuka mata lebar-lebar pagi ini Mendukung ternyata Bukan di langit Tapi di mataku Yang beberapa kali mengerjakan di antara harap sudah hilang Malam yang berbunyi dibalik nyanyian burung-burung Entahlah, Pagi pun ikut bersembunyi Kita sedang tidak bermain petak umpet Jangan pergi Mataku berkabut Penglihatanku tidak jelas Antara angka dua atau tiga Aku mengira itu empat Aku tidak mau sendiri Di antara malam yang ramai dengan serangganya Dan pagi yang ramai dengan burung atau embunnya Bisa bantu aku untuk berdua Mataku tak sembuh Masih mendung Kini berair Aku tidak punya sapu tangan Menghapus menggunakan tangan sendiri Tidak ada tangan-tangan yang menawarkan diri Aku tak ingin sendiri Pamekasan, 22 Februari 2023

PUISI "RAMAI DENGAN KESIBUKAN", Oleh,: Erka Ray

Sesibuk apa pertanyaan pada langit-langit terminal Apakah ramai dengan orang yang bertanya tujuan Atau ramai dengan orang yang bertanya harga minuman Seramai apa terminal pagi hari Apa lebih ramai dari rumahku yang sedang tertidur Atau ramai dengan orang yang berlalu-lalang Di kaca bis nyatanya lebih banyak orang yang ingin cepat sampai Melihat keluar Mencari rumahnya yang di pedalaman Berkisah, AC yang terlalu dingin Dan mulut-mulut yang ramai menghubungi keluarga "Aku sebentar lagi sampai," katanya Banyak kisah tulus Kernet bus yang tak berhenti berceloteh soal jalanan Hanya berhenti karena membukakan pintu Atau pedangan asongan yang ramai Tapi muka melas tidak ada dagangan yang terjual Pamekasan, 21 Februari 2023

PUISI "TEMPAT DUDUKKU SUDAH TIDAK ADA", Oleh: Erka Ray

Angin mencari bangku Ternyata penuh Semuanya ingin duduk, Tidak hanya aku Aku kalah cepat Atau malah dari potensi dirimu Semua ingin duduk Tidak ada yang ingin berdiri Katanya, melelahkan Meresahkan Kaki kesemutan Apakah aku betulan membahas ini sekarang? Nyatanya tidak Aku tidak ingin berbicara kursi yang telah hilang Aku akan bertanya, Di mana tempat aku duduk Aku akan duduk di mana Kursi yang lebih besar Atau kursi yang lebih kecil dari yang lain Aku duduk ingin meringankan beban di pundak kanan kiri Jika tidak semua Setidaknya, separuh juga gak apa Aku kebingungan saat ini untuk duduk Aku tak memiliki kursi Pamekasan, 21 Februari 2023

PUISI "TENTANG PERASAAN YANG TERLUKA", Oleh: Erka Ray

Aku tadi malam terdiam lama Memperhatikan mawar yang layaknya bunga duka Padahal melati juga demikian Menjadi duka mendalam Aku terdiam, Soal malam yang juga sama-sama diam Apa lumutnya telah hilang Atau mungkin hanya berusaha tenang dari siang yang banyak maunya Memperhatikan mawar Aku berduka untuk cinta yang sudah menjadi asap sebab api Yang tak bisa kusalurkan seperti sejuknya embun pagi Aku tergesa-gesa atas perasaan ini Layaknya kabut, Kau tak bisa kuusir dari pandangan Sangat tebal Hingga aku tak kuasa Aku bukan perawat yang baik Hingga perasaan ini terluka di mana-mana Aku bukan penyembuh Hingga perasaan ini lama sekali pulihnya Pamekasan, 19 Februari 2023

CERPEN "SEDINGIN EMBUN", Oleh: Erka Ray

Saat ini matahari bersinar terang sekali. Padahal masih jam enam pagi, tapi sudah terasa sekali di kulit. Beberapa orang terlihat buru-buru pagi ini. Berpakaian rapi dan wangi. Bertas punggung atau bertas selempang. Di samping gerbang bercat hitam, terlihat tempat printer yang sedang penuh dikerubungi oleh mahasiswa mahasiswi yang mengirim file tugasnya lewat WhatsApp untuk di-print. Pedagang kaki lima sudah banyak yang membuka lapak jualannya. Berdoa dalam hati, agar hari ini rezeki lebih banyak menghampiri mereka. Akan tetapi, kisah ini bukan soal mahasiswa atau mahasiswi yang sedang sibuk ngeprint tugas. Bukan pula soal pedagang kaki lima yang wangi dagangannya tercium enak. Di seberang jalan sana, saat orang-orang tengah sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. Safitri, itu adalah nama dari anak perempuan berusia kisaran 9 tahun berparas cantik dengan rambut agak sedikit ikal yang sedang dikuncir asal. Dia terlihat sibuk memilah-milah sampah botol minum di tempat sampah...

PUISI " TERSANGKANYA ADALAH AKU", Oleh: Erka Ray

Aku tersangka Menjadi tersangka utama Saat dinding putih rumahmu kotor Aku katanya penyebabnya Kenapa aku? Saat di dinding putih ada bercak hitamnya Tak semulus saat matamu menjamah pertama kali Meresahkan pandangan Mulai kabur mencari air putih sesungguhnya Yang bisa memanjakan penglihatanmu Aku tersangka Dijatuhi hukum berat Pasal berlapis Kamu sebut aku penyebabnya Padahal aku tidak tahu apa-apa Hanya iya, Mengiyakan Mungkin kamu ingin menghapus aku dari hadapanmu Hingga sedikit cerita dibuat Aku jadi tersangkanya Yang harus pergi Jika tidak ingin ada aku Jangan bilang aku yang menodai dinding rumahmu Katakan langsung Saat ini, Meski aku terdarah-darah nyatanya Masih ada sebercak harap tempatku pergi darimu Berbahagialah ... Pamekasan, 20 Februari 2023

PUISI "KITA SIAPA?", Oleh: Erka Ray

Tidak pandai Hanya menyolasi omongan Berdarah di bibir Diam, Kita hanya alang-alang yang di kesampingkan Hingga bertinta merah Supaya terang Ingin berdiri Kaki dipotong oleh keadilan Omong kosong, Soal harga mati Soal jati diri Hanya mulut yang terus berdusta Meminta pisah Tapi tetap serakah Tidak pintar Tidak cerdas Hingga diam Pilihan buntu yang digenggam tangan Tersadar Kita siapa Untuk tahu hal lain, Masih bertanya Mencari informasi Tak bertuan Hilang arah dan tujuan Rujukan referensi buntu hanya dengan satu sumber Aku ingin pulang Tak ada tempat saat aku datang Pamekasan, 21 Februari 2023

PUISI "HUJAN UNTUKKU YANG TERBIASA PANAS", Oleh: Erka Ray

Entahlah aku kebingungan Di rumahku Sekaran hujan Aku butuh jas hujan atau payung Hal itu masih aku pertanyakan Atau aku berteduh saja Dan pada akhirnya aku menyia-nyiakan waktu Sampai muak menungguku Entahlah, Jika aku harus berteduh Aku akan seorang diri Entah duduk atau berdiri, Aku akan tertinggal di belakang Yang lain mungkin sudah sampai pada rumah masing-masing Dan aku masih diperjalanan Haruskah aku menerobosnya hujan Mungkin ini salahku Terlalu nyaman dengan keadaan Saat hujan turun dengan lebat Aku luntang-lantung tidak jelas Hanya tahu kalau ini Kanan dan ini kiri Selebihnya aku adalah di buta petunjuk Aku berteduh, Aku tertinggal Aku maju, Aku basah Aku kebingungan Keadaan ini tidak aku temui sebelumnya Aku terbiasa dengan musim panas Pamekasan, 20 Februari 2023

PUISI "KUTEMPELKAN PADA DINDING SAJA", Oleh: Erka Ray

Aku memberimu puisi Kamu tolak Embel-embelnya tak ada bunga saat aku berpuisi Pun, tak ada gelas-gelas kaca yang akan retak  Aku pulang  Akhirnya kutempel saja di dinding kamar Meski catnya putih tulang Masih bisa puisiku dibaca  Meski tak berbau mawar Apalagi air jernih yang ternodai Tidak ada pada puisiku Akankah aku ditolak Padahal tanganku panjang Pena sudah kuajak menari Berkali-kali Sampai kau sendiri tak bisa menghitungnya  Puisiku memang tak berwarna merah  Layaknya mawar yang kau tampar karena rapuh  Haruskah aku berkisah dengan kiasan Kalau daun-daun bersujud layaknya budak Menunggu kamu membaca puisiku yang lebih rendah dari tanah-tanah riba Aku berlebihan Tapi itu maumu Aku penuhi Hingga aku harus membunuh puisi sendiri Yang bersajak a-a b-b Mungkin kamu sudah suka ini Sumenep, 17 Februari 2023

PUISI "KISAH LAMPAU MANUSIA PILIHAN", Oleh: Erka Ray

Di belakang rumah Sound sistem sedang diputar nyaring Ada pengajian Orang-orang sibuk berlalu-lalang Anak-anak menjinjing sarung yang kedodoran Berlarian menuju tanah lapang  Hendak bermain bola Saling sikut bersepeda Semangat dan tertawa Suara speaker nyaring memberi pengumuman Kita diharap berkumpul Pegajian dimulai  Bersuka cita menyambut malam cahaya Yang kisahnya legendaris Nyaris membuat setiap telinga merinding Seakan ikut serta  Konon malam itu  Langit ketujuh didatangi  Bertemu dengan Sang Maha dari segala Maha Kisah indah satu malam adanya Berkendara hewan dari tempat jauh yang tak terjangkau Bernegosiasi tentang sujud-sujud manusia rendah  Dan malam ini, Kami berkumpul Suka cita mendengarkan ulang Tentang apa yang telah lampau Yang hanya diberikan kepada manusia pilihan Sumenep, 17 Februari 2023

PUISI "MENGGANTIKAN PUNGGUNG BUNGKUK", Oleh; Erka Ray

Jika bukan kita, Lalu siapa  Yang akan menggantikan punggung yang telah bungkuk Tubuh kurus  Merintih setiap malamnya  Diam-diam membungkam keinginan sendiri Ya terhitung berapa kali menghapus keinginan Mengalah, Itu katanya Siapa lagi kalau bukan kita  Yang dicap sebagai penerus Dari punggung bungkuk Mata cekung  Tangan yang telah keriput Kita harus membuatnya istirahat Jangan membebani lagi  Semua butuh istirahat Meski setiap malam memang istirahat Tapi esok pagi membungkuk kembali pada matahari Sumenep, 17 Februari 2023

PUISI "AKU MELIHATMU SANGAT RAPI", Oleh: Erka Ray

Kali ini tanpa apapun Aku melihatmu berbaju rapi Hendak kemana Katamu hendak melamar pekerjaan Tapi kamu membawa bunga Hendak dibawa ke mana Apa ada persyaratan baru untuk bekerja Hingga harus membawa bunga Kamu bilang, Sedang menginginkan hari yang cerah Bunga ini hanya pajangan Lalu kenapa dibawa Aku melihatmu melangkah Belum jauh Tapi aku tahu tujuanmu Hendak berbincang santai dengan pagi yang baru mengeliat Entah membicarakan apa Sepertinya penting Aku melihatmu rapi Katanya hendak tidur Tapi berdasi Kenapa? Kamu bilang, Siapa tahu bermimpi bersanding dengannya Kamu mengada-ada Kamu mulai merebahkan diri Dengan santai Tidur berdasi rapi Membingungkan Sumenep, 16 Februari 2023

PUISI "ANGKAT TANGAN, BERSYUKUR SAJA", Oleh: Erka Ray

Tadi mendung Hitam Sangat hitam Seakan-akan akan seras sekali hujan Sore yang mungkin akan ditelan Tapi ternyata tidak jadi Kembali menguning di barat sana Senyum ini kembali datang Di wajahku yang sedikit redup Tidak ingin terbuai dengan mendung Meski atas rumah sudah kembali cerah Daun yang hijau kembali melihat Indah dipandang Berproses panjang Di tangan-tangan yang akan pergi mengantar Untuk tidur Untuk istirahat Terlalu panjang mengoceh Tidak berhenti Masih bergeming lirih Seperti tidak terima Padahal di barat sana telah cerah Mendung tak lagi mengintimidasi Diberi cerah, Bersyukur saja Angkat tangan Dekap harapan Seperti kita kemarin yang juga berdekapan Mungkin seperti itu gambarannya Sumenep, 15 Februari 2023

PUISI "SEDIKIT YANG BERARTI", Oleh: Erka Ray

Kecil Hanya Itu kata mereka Yang melihat Yang mendengarkan Kecil Sedikit Tidak berarti apapun Mungkin bisa dikatakan begitu Tapi siapa sangka Dahaga memendam rindu lama Merindu seteguk air Diberi yang keruh Diberi yang jernih Menangis terharu Mata dihapus kabutnya Merengkuh bahagia Terlihat kecil Tapi langsung berkesan Ingin dibalas Lidahnya mengukur janji di langit-langit mulut Akan dibalas seribu dari yang satu Hanya Itu kesan yang dilihat Tidak tertarik Siapa sangka Tangan yang menerima Mulai memupuk rindu setinggi gunung Sejernih danau Tak ingin tercemar kayaknya laut Dengan sampah yang tak lagi mengibukan Beda mata Beda pandangan Beda telinga Beda pendengaran Segelas Sedikit Berarti bagi yang ingin Sumenep, 15 Februari 2023

PUISI "TIDAK BISA BEKERJASAMA", Oleh: Erka Ray

Aku adalah kata kerja yang selalu bekerja keras untukmu Juga kata sifat yang lembut menyikapimu Kata benda yang keras kepala mepertahankanmu Apa aku sekeras itu? Iya, Aku imbuhan yang berusaha mengubah arti dirimu Membuatmu ikut menjadi kata kerja atau kata yang lain Membuatmu lebih berarti dengan makna yang jauh dari jangkauan tangan Aku kata kerja, Kau pasti merasakannya Kapan kau melihatku berhenti bekerja keras untukmu Memperjuangkan untuk langkah ini sejajar Berdempetan dan beriringan Aku bungkam, Meski aku kata kerja Menambahkanmu imbuhan untuk menjadi kata kerja juga Yang sama-sama bekerja keras untuk tujuan akhir yang sama Aku hanya mendapatkan sebuah kesia-siaan Kita tidak bisa bekerjasama Kita tidak bisa sama-sama menjadi kata sifat yang selaras Sumenep, 14 Februari 2023

CERPEN "TELAH DIBAYAR LUNAS DENGAN SEGELAS SUSU", Oleh: Erka Ray

Dalam suatu kota yang maju, yang tumbuh pesat perekonomiannya. Tentu akan tidak pernah lepas dengan yang namanya ketimpangan di beberapa sudut kotanya. Orang-orang pinggiran, pemulung, anak jalanan, tumbuh semakin banyak bagai jamur di musim penghujan seiring dengan semakin berkembangnya suatu perkotaan. Matahari semakin meninggi. Seakan-akan membelah ubun-ubun saking panasnya. Orang-orang di pinggir jalan semakin sibuk ke sana kemari entah akan kemana. Orang-orang penjual es kelapa tampak segar sekali di tengah cuaca terik seperti ini.  Dani meneguk salivanya. Dia haus sekali hari ini. Seharian mengamen ke sana kemari tidak ada hasil. Orang-orang seperti enggan memberikan sedikit uangnya. Hanya satu dua orang memberikannya uang seribuan dan lima ratusan.  Apa yang bisa dikerjakan anak jalanan sebatang kara seperti dirinya jika tidak mengamen dan menjadi pedagang asongan. Tentu hanya itu kesehariannya. Dia punya prinsip dari dulu, tidak akan pernah ada tangan di ba...

PUISI "AKU LUPA DEFINISI RINDU ITU", Oleh: Erka Ray

Hanya karena malam itu Aku lupa perihal definisi rindu Apa saat kita bertatapan mata Atau saat kita bersentuhan tangan Atau saat kita tidak bertemu sekian lama Aku lupa Tapi di malam kabut itu Dingin seakan berbicara Kejam sekali lewat angin kencang yang menderu Melawan semua perasaan Harus musnah, katanya Padahal malam itu kita sedang merajut rindu berbentuk bulan Hingga benar-benar lupa Apa rindu dari sudut pandang kita Entah soal sore yang menguning Atau malam yang gelap Hingga tangan pelukis lihat bermain dengan kuas di tangannya Atau mulut penyair yang mahir berpuisi Masihkah lupa? Tentu saja Aku lupa jika rindu ini sebelumnya menggebu sekali Sampai-sampai jika dituang pada botol atau gelas akan penuh Rumit Padahal cuma lupa Sumenep, 13 Februari 2023

PUISI "COBA LIHAT AKU", Oleh: Erka Ray

Sesekali lirik aku Sesekali lihat aku di sebelah kiri atau kananmu Aku masih duduk di sana Memasang telinga lebar-lebar untuk mendengar ceritamu hari ini Masih terus bercengkrama dengan sepi Sebab aku tidak pernah kau sapa Tidak kau terima keberadaannya Tapi meski kenyataannya tega Tetap, aku ada di sampingmu coba saja lihat aku Aku bahkan memegang buku untuk mencatat ceritamu yang penting Aku pelupa Hanya namamu saya yang tidak kulupa Meski sering memecahkan kaca Dan aku yang terkena goresannya Apa kau ikut mengaduh? Tidak, Tentu aku yang mengaduh sendiri Tanpa harus kau temani Lebih tepatnya, Kau tak ingin menemani Tidak apa-apa Meski tidak sempat, Aku sempatkan Lihat aku serius sekali berada di sampingmu Meski tidak kau lirik, Aku ada di sana Sumenep, 12 Februari 2023

PUISI "KERASNYA PERASAAN HUJAN", Oleh: Erka Ray

Puisi lama Yang lagi-lagi harus mengulas tentang hujan Di antara deretan emperan toko yang penuh dengan orang berteduh Entah takut dengan kenyataan Atau apa Takut sekali hujan membasahinya bajunya Berdalih takut sakit Entah sakit raga atau hatinya Emperan toko yang masih terkena tempias Tapi banyak yang berteduh dari kerasnya hujan menyatakan perasaan Tidak pernah ramah sedikitpun dengan kenyataan Apalagi dengan tubuh yang tidak tahu apa-apa Dibantai habis-habisan oleh hujan Tidak ramah lagi-lagi Tapi sepanjang jalan Banyak impian yang mulai buram ditempel pada etalase kaca Sedikit membingungkan Antara terhapus tangan Atau terhapus kain lap Tapi hujan ini tidak pernah ramah Tetap keras menyatakan perasaannya Sumenep, 12 Februari 2023

PUISI "PAGI MULAI BANGUN", Oleh: Erka Ray

Ini gambaran pagi di kotaku Orang-orang mengeliat dari atas kasur jam 4 pagi Merapikan tempat tidur yang menemaniku dirinya merajut mimpi semalam Bekas hujan tadi malam, Cukup membuat basah Langsung ke kamar mandi Mencuci muka, gosok gigi Dan melaksanakan ke wajibkan Mengadu dalam sujud dua rakaat Kompor-kompor mulai dinyalakan Bumbu-bumbu dihaluskan, Lalu digoreng di wajan Wanginya berebut untuk menarik perhatian penciuman "Wangi", itu kata yang tepat Sedangkan di luar sana Motor dan mobil sudah banyak merayapi jalanan Berhenti di lampu merah Meski tak jarang ada yang menerobos Sepagi ini, Jalanan sudah padat dengan kisahnya Hingga meja makan lebih dengan hidangan Mulut-mulut mulai sibuk Tidak ada yang berbicara, Hanya denting sendok yang ramai Pamekasan, 11 Februari 2023

PUISI "AKU TIDAK AKAN MENULIS KAMU", Oleh: Erka Ray

Masih baru rupanya Saat aku lihat beberapa lembar kertas Aku mulai tertarik menulis Ternyata kertasnya masih baru Aku kebingungan hendak menulis apa Hanya sesekali berpikir, Mungkin tentangmu lagi Tapi langsung ku tepis jauh-jauh Tidak, itu bukan sebuah tulisan yang seru Terakhir aku membuat sebuah tulisan Aku berakhir kecewa Aku mengambil kertas baru itu Mungkin lebih baik kuisi dengan sembarangan saja Tidak dengan namamu lagi Tapi aku kebingungan Perihal apa yang akan aku bahas Sedangkan perihal dirimu saja aku semrawutan Acak-acakan Aku mulai menulis Masih terbata-bata Dengan huruf pertama, "Aku" Entah aku sebagai apa Aku hanya ingin menulis aku Tidak akan kutulis lagi tentangmu Pamekasan, 11 Februari 2023

PUISI "KUTANGKUP WAJAHMU UNTUK KESEPIAN", Oleh: Erka Ray

Aku tangkup wajahmu malam ini Dengan rembulan yang sedang terduduk di atas sana Entah berbincang apa dengan langit malam ini Rembulan sedang berkisah mungkin Entang aku dan kamu yang jalannya tak lagi kurus Yang jalannya tak lagi terang Kita remang Hampir tidak terlihat Sampai kita kebingungannya Aku tangkup malam ini wajahmu lewat mimpi Entah sendu atau tidak Hanya ingin bertemu saja malam ini Perihal mau atau tidak, Aku hanya mengajak Duduk berdua atau hanya berdiri saja Malam ini, Sedikit dingin kisahku dan kisahmu Menangkup wajahmu Nyatanya hanya pelampiasan rindu yang tak abadi Yang terus atau lakukan Perihal hati yang masih semrawutan Bisa bantu aku malam ini mengisi kesepian? Aku sedang sepi dan sendiri Pamekasan, 10 Februari 2023

PUISI "MERAWAT HITAM PUTIH", Oleh: Erka Ray

Gelap Hitam dan putih Apa memang begini Warna yang sedang dipertaruhkan Sabar yang sedang dirawat Ingin subur Agar menjaga kesehatan hati Gelap Hitam putih Ini tetap warna Hanya saja sedikit mengganggu mata Entah kenapa Ada hal aneh saat dipandang Cerita ini yang buram Atau aku yang tak berbakat menetralisir rasa Hitam putih Aspal yang kutapaki Lampu merah yang mematung Hanya berdiri Zebra cross yang juga putih Hanya plang 'Dilarang parkir yang sedikit berwarna merah' Momen putih Ternyata tidak seputih sabar Tidak sebening matamu dan mataku Yang seakan suci menjamah putih Dan tulus mendekap hitam Ingin esok lusa, Terus dirawat Agar subur Agar langgeng Sumenep, 10 Februari 2023

PUISI "MEMBELAH PAGI YANG BARU BANGUN", Oleh: Erka Ray

Lagi-lagi Bus Yang aku bahas di puisi ini Bus yang sedang membelah kabut pagi Yang baru saja bangun dari tidurnya Bus yang melewati pematang sawah di samping kanan kiri jalan Petani yang bertopi anyaman terlihat membungkuk sepagi ini Tidak memperdulikan dinginnya embun Tidak juga mendengarkan kicauan burung Bus ini terus melaju Jalanan masih basah Bekas hujan kemarin Tidak deras Tapi cukup untuk membuat basah atap-atap rumah Orang-orang di dalam Bus asik sendiri-sendiri Mau melihat keluar, Kaca tengah berembun Dingin, Kaki mulai dibungkus kaus kaki tebal Sepagi ini Duduk di Bus Sendiri Mulai merajut hari ini Melukis di benak tentang senja yang mungkin akan bersinar "Semoga" Kata itu yang terus diulang-ulang Di dalam Bus Menuju Pamekasan, 10 Februari 2023

PUISI "KITA YANG BERBICARA SOAL ASING", Oleh: Erka Ray

"Aku ingin bercerita," kataku padaku saat ini Kita sedang duduk berdua Dengan meja yang di atasnya ada secangkir kopi "Pagi ini indah ya," begitu katamu Meski aku sebenarnya tidak paham kenapa kamu membahas pagi "Aku ingin kita tidak lagi asing." Kamu meminta itu Ya, kita sebenarnya sudah asing semenjak kita tidak lagi bertegur sapa Baik pagi, siang, sore atau malam Kita diam saja Tidak ada notifikasi apapun lewat hp "Kita berteman kan saat ini," kamu berkata lagi Kita memang berteman tapi tidak seperti dulu Kita memutuskan berakhir waktu itu Hingga aku harus menetralkan perasaan Tidak lagi harus sumringah saat bertemu denganmu "Aku tidak mau asing," katamu sambil menatap ke depan Kita telah melewatkan momen kopi panas hanya untuk berbicara soal "Asing" Aku tidak menjawab apapun Sumenep, 10 Februari 2023

PUISI "AKU AKAN PULANG", Oleh: Erka Ray

Aku pulang Saat mentari mulai tertidur Dan awan yang menguning tubuhnya Aku akan pulang meski kaki sering mengeluh kesemutan Urusanku telah selesai Kau memintaku pulang Maka aku akan pulang Meski sering kali aku harus melilit perut Tidak bilang soal keadaanku yang sebenarnya Aku lapar Sering kali menutup mulut Memilih tidur untuk menghilangkan isi kepala Yang penuh Yang berat Yang terasa jenuh Aku pulang Meski senja ini sudah datang Aku akan pulang ke pangkuan awalku mencari peraduan Aku lelah Bisa aku tidur sebentar Lalu untuk esoknya, Aku berangkat lagi Sumenep, 09 Januari 2023

PUISI "DALAM CERITA ITU, DIA INGIN IMPIANNYA", Oleh: Erka Ray

Saat langit malam asik bercerita Aku yang jadi pendengarnya Katanya, Ada alur cerita yang berbelit-belit Dia dipersulit untuk sampai pada tujuan Dia harus bolak-balik ke sana kemari Demi tercapai impian Sedikit mengeluh soal lelah Di menangis sendiri Dalam cerita itu, Dia dipersulit keadaannya Masih sempat menegaskan tubuh Berbisik pada diri sendiri Lelah katanya Dia menunduk Untuk hari esok alurnya harus berantakan lagi Aku yang mendengarkan cerita itu Ikut menunduk Malam berkabung Berduka cita Sorot matanya lelah Lesu, Tak berdaya Untuk satu tujuan yang remang-remang keberadaannya Dia berdiri Dalam cerita itu Dia tak ingin berlarut-larut Hanya ingin punya sandaran Dan bermimpi hari esok berhasil Sumenep, 09 Februari 2023

PUISI "BERSELIMUT MENDUNG TUBUHMU HARI INI", Oleh: Erka Ray

Mendung di atas rumahmu saat ini Angin yang sedikit kencang Gorden di jendelamu sampai bergerak Seperti menari saat dilihat Baju yang kau gantung di jemuran Juga ikut menari Masih setengah basah Tidak ada mentari Tidak ada panas untuk mengeringkan Baju-bajumu masih berharap pada angin Untuk hari ini, Dia bisa kering Awan hitam di depan matamu Membuat sendu saat ku pandangi Aku bertanya, Kenapa? Ada apa? Aku bersedih rupanya di mendung ini Apa karena suasananya Atau karena kesedihanmu Masih tersenyum Meski esok tak tau mending atau tidak Semoga esok ada cahaya untuk menbuat jemuranmu kering Dan membuat matamu tak sendu Aku kau butuh aku untuk menghiburmu Sumenep, 09 Februari 2023

PUISI "SAYUP-SAYUP YANG AKHIRNYA SELESAI", Oleh; Erka Ray

Biarkan aku terus berpuisi Sebagai bentuk rasa kecewa yang paling dalam Meski hurig vokal a i u e o telah kusebut panjang berulang-ulang Ada satu titik kecewa yang tak bisa dihapuskan Aku berpuisi sayup-sayup Pelan-pelan Tapi aku pasti untuk menyelesaikannya Penuh semangat Dengan kekecewaan yang ada Terdengar lamban puisiku Terdengar acuh Tapi tetap utuh tekadnya untuk menyelesaikan Meski banyak penghalang Sayup-sayup terdengar puisi ini Lirih pasuk pada telinga Meminta maaf dengan sopan Izin membaca ulang dari depan Sampai akhir, ternyata puisi ini syahdu Pun rindu ternyat yang ada di satu barisnya Hingga akhirnya senyap Puisi ini tandas akhirnya Selesai dibaca Selesai ditulis Pamekasan, 08 Februari 2023

PUISI "TENTANG PERASAAN YANG TAK PADAM", Oleh: Erka Ray

Dinding bercat putih tanpa noda Berkisar nyata Meminta dijamah matamu saja Tidak ingin mata yang lain Apalagi meminta di-cat ulang Terlampau rindu mengisyaratkan lewat warnanya Memeluk nestapa lewat hati nurani yang berbicara Meski dinding rumah sedikit mengelupas Terlalu banyak coretan di sana Anak kecil yang iseng mencoret dengan pensil Tanpa bersalah lalu lari dari sana Meski dia lusuh pada akhirnya Cinta yang terpendam masih berkobar tak padam Menyanjung tinggi cita-cita yang asri Mengutarakan, "Aku mencintaimu saat ini." Hingga lara berkobar dengan rasa iba Melihat tubuhmu yang sudah tak berdaya Dinding rumah yang sudah tak beraturan Mari membeli cat baru yang benar-benar membuat perasaan ini baru Pamekasan, 08 Februari 2023

PUISI "NIKMAT MANA LAGI YANG KAU DUSTAKAN", Oleh: Erka Ray

Aku bertemu dengan suatu pemandangan indah Mataku berkedip Lalu mulut tiba-tiba berkata lirih, "Nikmat mana lagi yang kau dustakan." Seketika aku mematung Menjadikanmu objek cantik yang terus aku syukuri Meski sayup-sayup terdengar, Kamu tidak ingin dirusak dengan penglihatanku Aku hanya ingin mengagumi Begitu kataku Saat kaki langit mulai beranjak menuntun mentari pagi ketengah Saat itu aku berucap lagi, "Nikmat mana lagi yang kau dustakan." Seketika aku terdiam Bisa aku memilikinya sebentar saja Sebagai bentuk syukur yang lebih sederhana Tapi ternyata kamu suci itu aku jamah Jadi biarkan mataku yang mengambil kesempatan Melihatmu dari kejauhan Terdiam Dan memandang takjub tanpa berkedip Pamekasan, 08 Februari 2023

PUISI "JIKA LAYAK AKU AKAN KE RUMAHMU", Oleh: Erka Ray

Ada beberapa jalan yang ditawarkan Salah satunya ke arah rumahmu Aku mengundurkan diri  Mungkin lain waktu Aku hendak bersiap-siap dahulu Untuk besok, Kini, lusa dan nanti  Aku banyak menimang Antara kaki yang memaksa  Dan hati yang sadar diri  Bahkan untuk jenis kayu rumah kita saja berbeda Kita tak perlu membandingkan isi rumah Jelas meja makanmu lebih rame TV mu lebih besar  Bahkan gorden rumahmu lebih banyak motif bunganya Aku diberi dua jalan  Aku tidak ke rumahmu  Memiliki melihat saya  Di antara Ibumu yang sibuk berlalu lalang keluar masuk rumah Ayahmu yang sedang pulang kerja  Aku siapa Aku tidak akan ke rumahmu Aku mencari jalan lain saja Kita bertemu saat aku sudah benar-benar layak Pamekasan, 06 Februari 2023

PUISI "MENJEMPUT SETELAH KELENGKAPAN", Oleh: Erka Ray

Bertengkar dengan panas  Baju menari diajak angin  Wajah berharap, Cemas, Akan kegagalan yang seperti ingin memeluk Tapi masih membesarkan diri  Berusaha tenang, Tegar dan yakin Hari ini berangkat lagi  Perut yang masih tak terisi  Lampu yang masih menyala di sepanjangan jalanku menuju dirimu Tas yang penuh  Didekap saat di kendaraan "Aku datang," bisikku Aku menjemput senyum  Jauh-jauh dari timur Yang hendak ke barat dengan harap Hingga datang senja Bercerita tentang perjalanannya  Aku telah mendapatkan setengah Aku hendak pulang  Hendak istirahat Ingin rehat  Untuk esok aku akan pergi lagi  Mencari kelengkapan Hingga bertarung dengan angin yang lagi-lagi mengajak menari gamisku Pamekasan, 06 Februari 2023

PUISI "MENJEMPUT SETELAH KELENGKAPAN", Oleh: Erka Ray

Bertengkar dengan panas  Baju menari diajak angin  Wajah berharap, Cemas, Akan kegagalan yang seperti ingin memeluk Tapi masih membesarkan diri  Berusaha tenang, Tegar dan yakin Hari ini berangkat lagi  Perut yang masih tak terisi  Lampu yang masih menyala di sepanjangan jalanku menuju dirimu Tas yang penuh  Didekap saat di kendaraan "Aku datang," bisikku Aku menjemput senyum  Jauh-jauh dari timur Yang hendak ke barat dengan harap Hingga datang senja Bercerita tentang perjalanannya  Aku telah mendapatkan setengah Aku hendak pulang  Hendak istirahat Ingin rehat  Untuk esok aku akan pergi lagi  Mencari kelengkapan Hingga bertarung dengan angin yang lagi-lagi mengajak menari gamisku Pamekasan, 06 Februari 2023

PUISI "SIAPA AKU YANG INGIN MELAMAR", Oleh: Erka Ray

Aku ingin melamarmu  Setelah kuambil bunga-bunga di pagar rumah Kurakit, Kusatukan, Lalu kugenggam dengan erat menuju pekarangan rumahmu Menyaksikan kamu yang sedang menyapu halaman Padahal hari masih terlampau pagi  Aku ingin melamarmu  Di depan vas bungamu yang berwarna hitam Berlutut layaknya pangeran Tapi aku hanya pengangguran Yang hanya menumpuk angan  Kacamu yang berdebu Aku lap bersih demi melihat pantulan diri Apakah aku kayak mendampingi Melirik lagi, Ternyata aku bukan siapa-siapa di sini Melamarmu dengan tangan  Aku mendapatkan tamparan dari realita yang bertolak belakang Menjinjing bungaku yang layu Meminta pulang Aku tak pantas disandingkan Sumenep, 06 Februari 2023

PUISI "PENGAMAT KESIBUKAN", Oleh: Erka Ray

Aku duduk  Sudah cukup lama  Di luar jendela Bus  Samar-samar kesibukan mengeliat Pasar-pasar yang sibuk dengan tawar menawar Orang menyeberang jalan Toko yang rolling-nya dibuka Ibu-ibu yang berteriak memanggil tukang sayur Anak-anak yang berlarian menuju sekolahnya  Sesibuk itu Aku di dalam bus sibuk menempelkan pipi pada kaca Orang-orang di kursi lain sibuk sendiri Ada yang tertidur mengalihkan mabuk kendaraan Ada yang sibuk berbicara lewat telfon genggam Kernet yang kesemutan berdiri  Sopir Bus yang menyalip sana sini  Aku hanya menjadi pengamat Menunggu sampai pada terminal Yang salah dengan pedagang asongan "Cangkimen, cangkimen, cangkimen." Begitu teriaknya Aku lelah duduk mengamati Sumenep, 06 Februari 2023

PUISI "INGIN BERSERAGAM MERAH PUTIH", Oleh: Erka Ray

Aku ingin berseragam merah putih  Yang setiap pergi ke sekolah Hanya sibuk tertawa sepanjang jalan  Aku ingin berseragam merah putih  Atau aku menjadi anak paud yang hanya bernyanyi, Menebak warna Bertingkah lucu tanpa memikirkan kecewa Mereka hanya sibuk bertengkar soal mainan  Menangis dibelikan mainan  Menangis karena diolok-olok teman  Setelahnya berbaikan Setiap pagi berseragam Dengan bekal di tas punggung Menyapa kawan di gerbang sekolah Hanya seperti itu kemungkinan Aku duduk menyaksikan mereka Yang tertawa hanya karena menunjukkan mainan baru  Berlarian saat pulang sekolah Bermain diteriaki Ibunya saat telat pulang Untuk senjanya, Mereka serempak mengaji Alif lam min yang terbata-bata Mukaku dilipat saja Sumenep, 05 Februari 2023

PUISI "ASA, ANGAN DAN IMPIAN", Oleh: Erka Ray

Menuntun angan Berjalan di atas aspal Tertawa diantar Ibu kepinggir jalan Tangan melambai-lambai Dihantar pula dengan senyuman asa, angan dan impian, Ikut di kedua pundak Berat, tapi masih tersenyum Bertanya pada kaca Bus yang suram Apa di depan ada mentari juga Yang bersinar di kota seberang Pagi itu, Kaki beralaskan sandal jepit Yang menjepit harapan di ujung kaki Mata melihat kernet Bus yang berdiri Awas menatap keluar Siapa tau ada penumpang Satu dua dan tiga Penumpang naik Wajah-wajah lebih pagi ini ditempel pada kacam yang berembun Bisa ditulisi impian di sana Lebar sekali angan ini Bus melaju Bersama impian yang seakan berlari Meminta dipeluk Berkata, "Aku milikmu pagi ini." Sayangnya, Senyum harus hilang Dan berkorban Sumenep, 05 Februari 2023

PUISI "KITA DUDUK MENIKMATI", Oleh: Erka Ray

"Kita akan kemana?"  Kamu bertanya  Di sela-sela aku menuntunmu berjalan  Menggenggam tangan  Kita saat ini sudah separuh langkah Di bawah lampu jalan yang belum mati  Embun yang masih baru bangun  "Kamu ingin membawaku kemana." Kamu bertanya lagi  Kita hanya akan duduk berdua  Ditemani mentari yang mengetuk pintu langit timur  Tersenyum pada wajah kita  Kita hanya akan duduk  Di tengah sibuknya petani pergi ke ladangnya  Ada berjalan kaki, Ada yang menggoes sepeda tua  Topi besar di kepala  Kita saling bertatapan "Apa maumu," Itu katamu Aku bilang, "Kita akan menikmati pagi." Sumenep, 05 Februari 2023

PUISI "LAMPU YANG MATI BERSAMA SENYUMMU", Oleh: Erka Ray

Setelah kering matamu Lampu kamar dimatikan Ternyata listrik juga ikut mati Beberapa saat, Beberapa waktu, Rumah-rumah diam membisu tanpa cahaya Lampu tak menyala Jendela ditutup rapat Angin malam semakin usil menerbangkan gorden Kamu duduk di kamar Mata yang telah pulih Meski mukamu malah ikut redup bersama lampu malam ini Tak ada senyum Hanya ada sesekali harapan di sudut matamu yang berkedip Malam ini dingin Selimut diambil dari dalam lemari Dipakaikan pada tubuh yang telah tersiksa Ingin merajut mimpi Meski tak ada cahaya lampu yang mendominasi Mulai meletakkan pikiran Istirahat Mati lampu ini akan lama Sumenep, 04 Februari 2023

PUISI "TAK SEMPAT KERING", Oleh: Erka Ray

Apa lagi ini Sehabis hujan, hujan lagi Masih mendung Datang mendung lagi Sudah beberapa hari ini sayup-sayup tertidur Masih berusaha tenang Mengayun kisah Yang lambat laun tak tentu arah Apa lagi ini Belum kering jemuran Belum kering baju yang basah akibat hujan Hujan turun lagi Belum kering halaman Kini basah lagi Lumut-lumut samping rumah makin licin ditapaki Hujan lagi Belum juga dipel keramik Basah lagi Apa sengaja Tidak membiarkan kering matamu melihat hujan Terus dilihat Sesekali jatuh pada wajahmu Perlahan butuh dari mata Membuat basah bajumu sebagai lapnya Belum kering bekas hujan Hujan lagi Hujan tak berhenti Sumenep, 04 Februari 2023

CERMIN "TANGAN YANG HANYA TANGAN", Oleh: Erka Ray

Gadis itu menangis sejadi-jadinya di kamar kosan yang tidak terlalu besar. Melepas semua bebannya dari pagi hingga sore. Pintu ditutup rapat-rapat agar tidak terlihat oleh siapapun. Suara tangisan dikecilkan. Dia ingin sendiri di dalam kamar yang redup, hanya ada selarik cahaya yang masuk lewat kisi-kisi. Gadis itu berkutat dengan impiannya dari pagi hingga sore. Menemui pihak ini dan pihak itu di kampusnya. Dari gedung yang satu kegedung yang lain. Sambil sesekali ucapan Ibunya yang selalu terngiang-ngiang di kepala. "Semoga urusanmu lancar ya. Surat-suratnya bisa segera didapat untuk persyaratan mengikuti beasiswa." Begitulah kata Ibu si Gadis. Maka pagi-pagi buta dengan sejuta harapan yang dia bawa di pundak, dia berangkat menggunakan Bus menuju kampusnya di Kota sebelah. Tidak peduli jika mentari baru muncul di ufuk timur. Tidak peduli Meksi beberapa lampu jalan belum dimatikan. Pagi itu dia berangkat. Sayangnya hari ini tidak berjalan mulus. Dia harus membawa...

PUISI "ADA HARAP YANG DIHARAPKAN", Oleh: Erka Ray

Kemarin ada satu harapan yang diharapkan Tidak hanya bibir Merembes ke mana-mana Ada satu harapan yang terus diharapkan Kertas-kertas dipegang di tangan kanan Penat, dialihkan ke tangan kiri Kerudung dibenarkan di bawah terik matahari Orang-orang sibuk dengan isi kepalanya masing-masing Ada yang tersenyum Ada yang tertunduk Entah asli atau tidak Kakinya berdiri di depan bangunan tinggi Baju rapi Kemarin, Kaki sampai lelah turun naik tangga Berdiri Duduk kembali Dan berdiri lagi Ada tujuan untuk terus mengetuk pintu Mulut bertanya sesekali Ternyata, Ada beberapa yang tidak menghiraukan Hanya diam Akhirnya tubuh itu pulang kemarin Isi kepala penuh Tubuh yang lelah Setelah direbahkan Berharap akan tidur Untuk esok ada harapan yang lebih cerah Sumenep, 04 Februari 2023

PUISI "MERATUKAN YANG TERTULIS", Oleh: Erka Ray

Aku mematahkan beberapa puisi di langit Tertangkap oleh fajar yang siap merajut cinta pada pagi Terdampar pada awan-awan yang sedang jatuh cinta berkali-kali saat ini Di antara malam yang membisu mengutarakan perasaan Puisiku ikut andil sebagai penyatu Terbirit-birit juga membawa cinta Sepagi ini Sang kaisar tunduk di bibirmu Mengagungkan kisah-kisah atas perasannya yang sedang bersemu Bertekuk lutut Menyatakan betapa terlena akan cinta kasih dan sayang Sampai tak bisa terlelap akan malam Yang sering kali berkorban tubuh menidurkan Berbincang atas namamu Sang kaisar Yang mengaku raja yang meratukan kisah-kisah yang ditulis sendiri tentang dirimu Lagi-lagi pagi terbirit-birit membawa cinta Dikemas lebih rapi untuk menarik perhatianmu Sumenep, 04 Februari 2023

PUISI "KISAH YANG TAK DITANGKAP TANGAN", Oleh: Erka Ray

Menghembuskan namamu yang anggun Berisyarat, Tentang ufuk timur yang tersenyum Embun menggelayut manja Pohon-pohon berdansa menyatakan cinta Kasih, Apa rumahmu mendung? Semoga tidak Hingga mentari mampir pada jendelamu yang sedang terbuka lebar Gorden motif bunga yang melambai Pagi ini Kaki bermandikan embun Air asli di antar daun-daun yang masih terlena Terlelap akan kisah tadi malam Yang epilognya sendu Tapi endingnya membuat haru Semoga kasih ini sampai Menyempil di antara kenangan pagi yang masih mengeliat bangun Pun kisah Yang mulai dibacakan Dan mulai ditulisan pada buku-buku putih Mengenang namamu Seperti terperanjat dari kisah Aku hanya embun luruh yang tak ditangkap oleh tangan Meringkus kisah sendiri dengan peluk Sumenep, 04 Februari 2023

PUISI "YANG TAK PERNAH DINYATAKAN", Oleh: Erka Ray

Sesekali, aku ingin menyatakan perasaan Yang tak bisa dikatakan lampu pada gelap Perasaan yang bermacam-macam Seperti masakan di meja makan Tapi tetap dihidangkan untuk satu orang Malam ini, Meski sekali dua kali Aku ingin menyempatkan berbincang santai dengan bantalmu Ingin mengatakan, Untuk menjaga air matamu malam ini Jatuh meski bukan pada tanganku Aku ingin mengatakan Dengan menabur bunga misalnya di kakimu Entah kau injak atau kau pilih dan diangkat Aku masih berharap banyak Meski jari-jari ingin kau kuliti Hingga perasaanku kau kafani Meminta untuk mati Di dekat bibirmu yang jauh Aku hanya ingin Membungkus perasaan ini Menyatakan Yang tak bisa dinyatakan oleh api yang telah menyakiti kayu Sumenep, 03 Januari 2023

PUISI "DIBALIK CANDAAN MENDUNG", Oleh: Erka Ray

Ada satu dua hal yang kami becandakan Di sela-sela rehat perjalanan Kita bercerita tentang mendung yang kita sangka sedang cemburu Bumi yang tak lagi menyebut-nyebut namanya Begitu kata kami Kami juga sering berargumentasi sendiri Langit yang bersedih Padahal hanya tidak berkah saja Kita juga menyebut Bumi tak lagi butuh bunga Dia bisa menumbuhkan bunganya sendiri Ada rasa yang tak bisa dipungkiri Dari satu dua patah kata yang kita ucap Sambil sesekali berbisik dengan angin Yang iseng saja kerjaannya membuat pohon-pohon manari Rasa di bawah mendung Kami mengira akan hujan Ternyata cuma sepintas kenangan Yang kami tidak tahu akhirnya Apa mendung pantas kami becandakan Sedangkan sesekali kami rindu hadirnya Tapi juga kadang dia menjengkelkan Sumenep, 01 Februari 2023

PUISI "TIDAK ADA APA-APA SEKARANG", Oleh: Erka Ray

Beberapa dari kita ada yang protes Meja yang kosong Pagi hari yang tanpa kesibukan Dapur tanpa aroma masakan Kamar yang sepi gak ditempat Kita waktu itu tanpa tahu apa-apa Hanya sekali dua memaki Kenapa begini Begitulah kita Duduk di meja makan Biasanya ada suara sendok yang telah berpadu lagu Suara kunyahan makanan Suara air dituang dalam gelas Sudah dapat hasil mengenai hari ini Di rumah ini tidak ada apa-apa Kita mengajak pulang Tidak betah Dalam puisi-puisi lama Katanya, Meja makan terlihat sibuk Sekarang, Aktifitasnya pun tak ada Hanya lengang sesekali Hingga berkali-kali Kita kecewa Mari pulang Di sini tidak ada apa-apa Momen itu hanya bohong Sumenep, 02 Februari 2023

PUISI "PEGANGAN YANG MASIH DICARI", Oleh: Erka Ray

Mendulang sepi Merajut penglihatan Mencari pegangan Kosong, Kamu tidak kembali Masih berbaju coklat yang sama Mencari lagi Memanipulasi Atau termanipulasi Tertipu Begitu katamu bisik-bisik yang kudengar Mencari pegangan Hanya gelap Di sini kanan Dan sisi kiri yang terus bertengkar Tidak sabaran agaknya Meski sebenarnya tidak tahu hanya menebak Untuk kemudian, Lengang Cari peganganmu Mungkin di sudut lemari sana Atau ada yang iseng menyembunyikan Tak ingin tahu benar Arah yang mengecoh Atau dikecohkan Masih berpikir keras Di mana Kamu kehilangan objek di depan Hanya gelap Sampai bajumu berganti Tetap tidak ditemukan apa-apa Pegangan itu raib Sumenep, 02 Februari 2023