Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2022

PUISI "MERINDU DI SUJUDMU", Oleh: Erka Ray

 Saat aka menciumi kain-kain lembutmu langit-langit mulai menutup diri memejamkan matanya menyelimuti tubuhnya Kupinang tulisanmu di jidatku terjejal dalam kenangannya di sana sejuk dari tubuhnya sampai kemana-mana mendekap hatiku erat Aku lagi-lagi merindukanmu di antara mulutku yang basah,  kakiku yang kebas sibuk mengeluh dan kata-kataku yang menggigil Aku merindukanmu aku sadar, rinduku sebatas saat pintu langit berganti warna saat gelap melahap habis terang membarternya dengan senyummu Aku tidak cukup hanya sebagai perindu menjadi usang di suasana sore yang egois pada malam kata, bisikan di telingaku mengalahkan gemuruh siapapun Aku masih merindukanmu mesin aku meminang dirimu untuk dahiku yang senantiasa memujamu Pamekasan, 15 September 2022

PUISI "KESEDIHAN DI MATAMU", Oleh: Erka Ray

 Kabut di matamu mendung di wajahmu ilalang menghalangi di telingamu busa di mulutmu Tanganku menjulur ingin membuatmu sedikit mundur kamu tinggi yang masih kusebut dangkal atas yang lupa bawah kiri yang meninggalkan kanan yang tadinya dua menjadi satu Kabut di matamu aku hapus dengan mataku aku tulis sedikit cerita di sana embun pagi yang berebut jadi alat tulisnya bisa dibaca di kaca hitam katanya ditulis dengan tangan matamu merundukan pandangan Pipimu, tidak terlihat lagi karena kabut tidak setuju jika disebut merona padahal berulang kali menampakkan warna merah mudanya samar-samar di balik air mata tipis-tipis di ujung senyum Pamekasan, 06 September 2022

PUISI "YANG KAMU MAU DI SISIMU", Oleh: Erka Ray

 Ada pahaku yang kosong telingaku yang kali ini lengang tangan yang hampa mata yang buram sudah minus dua kaki yang rindu tersandung aku yang tidak lagi disanjung Maaf, aku bukan apa yang tanganmu ingin genggam bukan apa yang akan diselipkan di rambutmu diucapan terakhir yang sudah sendu tidak lagi dirindu aku apa di sisimu aku ingin istirahat, sebab aku bukan apa yang kamu mau Jika harus menangisimu layaknya awan pada langit aku lebih rela memaksa hujan memanipulasi diriku di sisimu tidak lagi mendekapmu dengan dingin ingin menyanjungmu dengan hangat Aku ingin melipat kaki jejak sendiri dihapus mungkin bukan aku yang harus di situ Pamekasan, 05 September 2022

PUISI "AKU KESAKITAN", Oleh: Erka Ray

 Meniti di lidahmu aku pincang di sana berbelit perkataanmu rendah penglihatanmu dipertaruhkan aku di sana Menangislah awan untuk warna biru yang ia suka tapi hitam, lebih merelakan tubuhnya matanya ditampar tangan-tangan yang berdusta remuk di ujung bibirnya apa harus memelukmu dengan api agar menjadi abu terbang di sudut matamu diterima dalam dekapmu yang panas Aku merelakan aku melepas paksa aku menebar petunjuk kesegala arah tapi masih kebingungan aku masih ingin memelukmu abu-abu itu aku yang terlalu mencintai kayu hingga membakarnya warna putih tulang di rumahmu itu juga aku tidak tak mau disebut putih suci Aku kesakitan di lidahmu kaki ini aku kuliti tujuannya apa aku sakit? tentu ... Sumenep, 05 September 2022

PUISI "AKU BERTERIMA KASIH", Oleh: Erka Ray

 Aku akan berterima kasih Saat daun tidak lagi mengeluh saat jatuh Awan yang sudah menghapus tangisannya Laut yang tidak lagi ramai pikirannya Ombak yang tak lagi mengamuk Dan pohon yang tak lagi berpura-pura tegar Aku meminta maaf Jika harus senja tidak berpamitan Tanah pasrah dengan warnanya Dinding dengan nasib retaknya Dan aku dengan melepas mahkota Tapi lagi-lagi berterima kasih Aku tidak lagi tenggelam Karena tidak tau berenang Tidak lagi mengoceh Rela selesai dengan kekurangan Tersenyum untuk melepas usia sendiri Sumenep, 04 September 2022

PUISI "DIRI INI MERELAKAN", Oleh: Erka Ray

 Ada bahuku meski seperti kayu tua ada tanganku yang seperti kapas ucapan yang dipertaruhkan juga punyaku rindu yang digantung remah-remah yang lemah sendu di ujung mataku renta di senyumku keropos di tubuhku dan air mata yang keruh kita saling menautkan jari kelingking berbisik, lidahku cuma satu untuk bening air mataku untuk wajahmu Yang meliuk itu sering pusing di kisahnya sendiri senari-nari di ujung bibirnya telanjang matanya saat menjamahmu tapi putih hatinya untuk kau injak masih bisa direngkuh tanganmu yang warnanya coklat tua Sumenep, 04 September 2022

PUISI "APA AKU HARUS MENJADI APA YANG AKU MAU", Oleh: Erka Ray

 Aku bukan huruf 'P' yang ada di kata 'Lengkap' sehingga membuatku mengatup lama aku malah menjadi huruf 'NG' pada kata 'Kurang' yang membuatku terus menganga Jika aku ingin menjadi huruf 'E' pada 'Em' aku rasa percuma, aku tetap tidak ada Apa aku harus menjadi huruf 'T' di kata 'Kuat' tapi aku malah memanipulasi lidah sendiri yang rela diapit gigi untukmu Tokoh kamu dan aku dalam rembulan tempo lalu hanya orang yang menyibak wajah-wajah malam petang yang mengaku gelap dan fajar yang mengaku berarti padahal tidak pernah dilirik mata dengan telanjang Apa aku sudah bisa jadi huruf 'M' pada kata 'Malam'? yang membuat mengatup isi kepala yang sering kali buncah sendiri Sumenep, 04 September 2022

PUISI "AIR MATA DI TUBUHMU", Oleh: Erka Ray

 Sedih, kamu selalu membanggakannya di mataku mengatakan, kamu jatuh yang tak pernah aku pungut rela yang pernah menggugat hakmu melata lalu melilit tubuh meminta tabah padahal sedang di bawah Air matamu, adalah belati yang mengusap-usap pipi berusaha bernegosiasi tapi selalu ditolak, sebab sakitnya tak bisa ditahan Air mata di pagimu sudah tidak sudi dengan teh tanpa gula  menolah gula yang kubisi untuk lebih manis lagi menolak kopi yang mengotori cangkir yang katanya suci Di matamu, air mata ini memeluk tubuh mendekap, menengadah berusaha lebih kuat darimu tapi apa bisa? dia lantang menjawab dari mulutnya dia bisa bersamamu saat yang lain sisa namanya saja Sumenep, 03 September 2022

PUISI "TETAP JANGAN BIARKAN", Oleh: Erka Ray

 Saat langitmu menundukkan wajahnya siang ini jangan biarkan penamu sedih untuk menulis kisahnya saat sinar mentarimu sedikit berbeda jangan biarkan kertasmu juga berbeda untuk menampung kisahnya Jika terpaksa senyummu harus kau lukis tetap gunakan kuas yang terbaik untuknya meski berulang kali kamu berbisik, "Aku tidak mau", katamu Saat jalanmu hanya tersisa yang berlubang jangan biarkan kakimu mundur jika pikiranmu tersesat tetap gunakan hatimu untuk menjadi pendampingnya Kita lemah di kesucian yang terus omong kosong kita sampah di kotak yang membusuk kita siapa? meski bukan siapa-siapa jangan biarkan kamu membusuk di bab akhir kisah-kisah lama mulai terlupakan, tidak ada masa yang mengenalmu Sumenep, 03 September 2022

PUISI "KATA MEREKA, AKU MATAMU", Oleh: Erka Ray

 Bersabarlah, aku akan datang menjadi matamu menjamah jalan-jalan yang mulai mengeluh panas hari ini yang mulai cerewet kenapa lampu jalanan itu harus berwarna tiga apa pada warna kuning aku akan benar-benar hati-hati? atau di warna hijau aku akan pergi meninggalkanmu atau di warna merah, aku akan cukup di berhenti mengejarmu jika iya, kenapa harus zebra cross tempat orang-orang menyebrang kenapa harus ada tempat Aku katanya akan menjadi matamu Tapi pandangan ini tidak mengenakkan Pandangan ini masih sibuk bertanya, jalan mana yang tidak akan membuatku jatuh Jika jalannya jauh, Apa kamu akan menyarankan jalan itu? Aku matamu kata mereka yang melihat itu satu pandangan, Satu jalan apa kita memang sesuatu itu menurutku tidak, kita sering cekcok karena beda jalan mencekik leher kita sendiri dengan perkataan yang kasar Aku matamu kata mereka, Pamekasan, 01 September 2022

PUISI "PELUK ERAT", Oleh: Erka Ray

 Angin di sekitarku hilang diam-diam dengan lirih undur diri berbisik pada telinga, aku pamit pergi menjinjing alasnya, dia rela berdarah kakinya aku memelukmu lewat air mata Angin di sekitarku hanya sibuk sendiri memainkan kisahnya di telingaku dia diam-diam tidak ingin terlihat renta aku akan menyanggamu lewat tanganku ini Kenapa di sekitarku terdiam apa aku dan kehidupanku harus menyalakan lagu yang sendu nan lirih apa aku harus di dekatmu agar pulih aku sudah tidak ada lagi penguat kataku, pada air mataku Diam, sunyi, senyap, redup, aku tersenyum tipis setipis mahkotamu yang akan diturunkan aku tersenyum tipis dalam air matamu yang berusaha memeluk erat Pamekasan, 31 Agustus 2022