Meniti di lidahmu
aku pincang di sana
berbelit perkataanmu
rendah penglihatanmu
dipertaruhkan aku di sana
Menangislah awan untuk warna biru yang ia suka
tapi hitam, lebih merelakan tubuhnya
matanya ditampar tangan-tangan yang berdusta
remuk di ujung bibirnya
apa harus memelukmu dengan api
agar menjadi abu
terbang di sudut matamu
diterima dalam dekapmu yang panas
Aku merelakan
aku melepas paksa
aku menebar petunjuk kesegala arah
tapi masih kebingungan
aku masih ingin memelukmu
abu-abu itu aku yang terlalu mencintai kayu hingga membakarnya
warna putih tulang di rumahmu
itu juga aku tidak tak mau disebut putih suci
Aku kesakitan di lidahmu
kaki ini aku kuliti tujuannya
apa aku sakit?
tentu ...
Sumenep, 05 September 2022
Komentar
Posting Komentar