AKU BAIK HATI
Aku bisa menjadi seribu pisau
Tenang aku bukan pembunuh harapan
Aku hanya berbaik hati membantumu memotong buah
Jika kamu mau
Aku bisa menjadi puisi
Bait-bait sucinya, lebih suci dari si perawan
Aku bahkan bermajas lebih lihat dari seribu pedang
Aku tak akan melukaimu
Hanya berbaik hati ingin mengajakmu pada puisi ini
Bahkan jika kamu mau
Aku tak akan bergerak
Mungkin seperti patung
Hanya sedikit berbaik hati membuatmu tersanjung
Oleh apa?
Tentu saja dengan perasaanku
Sumenep, 03 Februari 2024
***
APA YANG DICARI
Anggur di kebun
Merah sekali
Saling berebut
Apa yang dicari
Anggur di kebun
Banyak sekali
Saling memuji
Iri dan dengki
Apa yang dicari
Bunga di taman
Angkuh sekali
Warna di kelopak merah sekali
Dengki sana sini
Muka angkuh di sana sini
Apa yang dicari
Bunga di taman
Banyak sekali
Petik satu, tak membuatnya punah
Warna merona
Keluh kesah di kisah
Bunga di taman
Kau bunuh lidah si sundari
Apa yang dicari
Sumenep, 04 Februari 2024
***
PUISI TERAKHIR
Ada yang telah mati,
Dan itu adalah aku di jam dua belas nanti
Kau pun mungkin tak akan dapat kabar
Sebab aku tak akan berkabar
Ada yang akan mati
Itu aku
Segeralah berduka
Mungkin kau hanya bisa membaca puisi ini sebagai pesan terakhir
Alih-alih kau telah menguburku di dalam puisi ini
Sumenep, 07 Februari 2024
***
TIDAK INGIN
Terima
Terima
Serahkan
Bukan milikmu
Kau berkeinginan
Tapi kau memaksa
Katakan
Katakan lagi
Kau akan berhenti
Lupakan yang telah kau tulis
Katakan kau tak
menginginkannya
Kau sudah lupa
Kau sudah tidak
menginginkannya lagi
Katakan,
Kau tidak akan merebut
nama itu lagi
Sumenep, 08 Februari 2024
***
PERKATAANMU JAHAT
Jika kau paham kelak,
Orang lapar perutnya diisi nasi bukan besi
Kelak jika kau mau paham
Tajam sekali mulutmu berbicara
Ada banyak yang tersakiti
Banyak yang terluka
Jika kau paham nanti
Orang lapar memilih membeli beras
Bukan perkataanmu yang dibeli
Sumenep, 08 Februari 2024
***
JASAD DI HURUF-HURUF
Tolong temukan jasadku
Di manapun itu
Aku sudah cukup kedinginan dalam puisi ini
Setidaknya kau cari jasadku di huruf-huruf puisi ini
Mungkin aku sedang meringkuk bersama dosa-dosa di ujung baitnya
Atau paling sial aku terbungkam sebab kematianku yang masih penasaran akan arti puisi ini
Bisa cari jasadku
Aku kedinginan di puisi ini
Padahal puisi ini bukan
Padang savana dengan angin kencang
Aduh, huruf-hurufnya membuat aku mati saat ini juga
Membuatku segera digiring ke neraka
Tolong kubur jasadku di salah satu baitnya yang sunyi
Sumenep, 09 Febuari 2024
***
AKU DAN KOPI BAPAKMU
Ah, aku larut malam ini dalam secangkir kopi bapakmu yang baru saja dibuat
Ibumu yang baru saja mengantarkannya bukan
Apa kau tak ingin bertanya aku di mana?
Tentu saja aku berada di dalam kopi itu
Rasa pahit yang bapakmu suka
Semoga aku seperti itu juga
Ah, aku terlarut malam ini
Seruputan terakhir
Tandas
Nikmatnya jika aku sambil menyanyikan lagu-lagu lawas pada bapakmu
Mungkin restu itu langsung digaungkan
Aku membayangkan
Sampai tersipu
Sampai aku sadar
Aku masih di dalam kamarku
Bukan dalam cangkir kopi bapakmu malam ini
Bukan pula dalam Omelan panjang ibumu
Yang mengeluh perihal bapakmu yang tak pernah membawa bekas cangkir kopinya ke dapur
Sumenep, 12 Februari 2024
***
ANTARA TIDUR DAN BANGUN
Sebab, jika aku tidur malam ini
Apakah aku akan bermimpi bertemu Ulama besar
Sebab, jika aku tidur malam ini
Akankah aku benar-benar fasih membaca kitab-kitab kuning
Jika aku tidur,
Apa aku akan berbaju zirah
Duduk di sebuah tahta
Jika aku tertidur tanpa sengaja
Bisa aku memelukmu di rumah suci yang berkubah
Kudenger ada bacaan khatib di shalat Jum'at yang fasih nan indah
Jika aku terbangun
Apa mimpi-mimpi itu akan berguguran begitu saja
Tidak memberikan apresiasi padaku yang sudah berusaha tertidur
Jika aku bangun,
Apa aku berkesempatan berpulang pada Sang Kuasa tanpa dosa
Sumenep, 12 Februari 2024
***
AKU BENCI DAN CINTA
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Saking sederhananya,
Aku tidak ingin mencintaimu
Aku ingin membencimu sebenci-bencinya
Saking besarnya benci itu,
Aku sampai mengatakan bahwa aku mencintaimu
Aku ingin menangis karena kehilanganmu,
Alih-alih aku malah menangis kehilangan diriku sendiri
Aku ingin mencintaimu dengan rumit seperti yang lain
Saking rumitnya,
Sampai aku menjadi bisu tak bisa mengatakan aku mencintaimu
Sumenep, 17 Februari 2024
***
Dan malam pun tiba
Aku dimata-matai di sepertiga malam katanya
Sebab aku adalah makhluk yang gagal
Aku ditakut-takuti
Sebab aku adalah makhluk yang lemah
Malam pun tiba
Sedangkan aku masih sendiri menyaksikan diriku yang mengenaskan
Sumenep, 17 Februari 2024
***
Puisi itu sederhana,
Hanya mencintaimu saja yang rumit
Tapi entah mengapa aku masih mempunyai menjadikanmu puisi
Mungkin kerumitanmu menjadi lebur di sana
Mungkin aku yang mendefinisikan dirimu rumit
Sumenep, 17 Februari 2024
***
Kau bertanya aku di mana?
Sayangnya aku telah mati dalam puisi ini
Kau bisa bertanya ke orang-orang aku ada di mana
Tubuhku sudah menjadi majas dalam puisi ini
Kau bisa melayatku
Bertanyalah pada mereka apa muasal aku mati
Aku mati sebab menulis puisi untukmu
Kau tanya pada mereka,
Di mana kuburanku
Kuburanku persis di akhir bait puisi ini
Sumenep, 17 Februari 2024
***
Segeralah pulang
Aku akan dimakamkan hari ini
Segeralah datang
Puisi ini telah mati hari ini
Segeralah peluk aku
Tubuhku berdarah
Baru saja darah keluar dari hidungku
Aku menjadikannya tinta
Puisi ini cantik sekali seperti wajahmu
Sumenep, 18 Februari 2024
***
Jika kau bertanya kapan aku pulang,
Dengarkan perkataanku
Seberapa susah aku berkata-kata lagi untuk satu dua hari kedepan
Jika kau bertanya kapan aku pulang,
Seharusnya kau tidak menutup pintu
Alih-alih kau menjaga rumah dari maling barang-barang di rumahmu
Sumenep, 19 Februari 2024
***
KAU BERPULANG
Adalah malam yang panjang untuk menceritakan kasih
Sore ini aku benar-benar kehilanganmu
Kita yang disebut oleh mereka adalah sepasang yang serasi sekali
Petang tadi kau tega sekali meninggal kaki tua ini sendiri
Aku tak berpamitan
Mengetuk mataku saja untuk terbuka, aku tak ada
Kau pulang begitu saja
Padahal petang seperti ini
Kau hendak kemana
Kau telah berkafan
Wangi sekali tubuhmu kasih
Akulah yang menciumnya dari ambang pintu
Kau manis sekali
Sayangnya terhalang air mata dari sekelilingmu
Aku bisa apa
Aku telah tua di kalimat-kalimat cinta
Selamat,
Kuantar saja ya
Aku dengan baju lusuh nan tua
Dan kau yang bersih, putih, wangi
Sumenep, 22 Februari 2023
***
SEBUT SAJA AKU APAPUN
Aku adalah sebutir debu yang akhirnya sudah usai di sudut jendela
Bukankah aku yang tertiup angin tanpa pengampunan
Hanya berharap, kau berbaik hati mengasihi seseorang yang lebih kotor dari debu ini
Sebut aku satu dua kali
Yang seumpama akulah yang kalah di pertarungan itu
Sebut aku berkali-kali jika aku tak mampu membersihkan lidah sendiri
Aku kotor
Kau boleh pandang aku sebagai apapun
Aku sebutir debu yang telah dihapus lama oleh tanganmu
Bukankah begitu?
Seharusnya memang seperti itu
Ucapkan selamat tinggal padaku yang tertinggi
Aku si jenuh
Kau bisa tatap aku sebagai debu
Aku adalah yang dibuang
Aku, kau bisa sebut aku hanya sebagai manusia pinggiran
Sumenep, 23 Februari 2024
***
AKU SAJAK
Kau sebut aku sajak-sajak yang sedang bersuara di atas namamu
Kau sebut aku pula sajak yang tengah berdoa atas namamu seorang
Aku sebut aku berbicara lewat sajak-sajak pengantar tidur
Berbaur di antara mimpimu yang tengah berbunga
Adakah aku di sana?
Mengapa aku harus menjadi sajak yang kau sebut banyak berpeluang atas penyebutan namamu
Aku sajak,
Kau bisa sebut aku sajak yang bersedih
Lagu-lagu diputar untuk mengiringi sajakku yang pedih
Kau sebutlah aku sajak
Aku sajak yang bisu menyebut namamu
Kau separuh arti di dalam sajak itu
Aku sajak yang jengah menatapmu terlampau anggun
Aku melata menciumi kakimu
Puaskah kau?
Arti sajak ini lupa pada tahta tingginya yang paling tinggi
Sumenep, 23 Februari 2024
***
KITA SEHARUSNYA BERCERITA
Sore tadi alangkah baiknya kita bercerita bukan
Lihat layang-layang yang diterbangkan anak laki-laki
Ia terbirit-birit menyanjung diri dan layangannya
Lihat langit jingga
Dibawahnya anggunnya anak perempuan yang kerudungnya sudah tak beraturan baru pulang dari sekolah madrasah sore
Kita seharusnya bercerita bukan
Dahulu apa kau kalah saat harus mengikuti lomba lari kelereng
Lalu mengadu pada huruf arab di surau selepas Maghrib
Dan ceritamu meluap sembari menguap dan siap hendak tertidur
Seharusnya kita bercerita
Bukankah di depan kita saat ini salah satu anak laki-laki telah putus layangannya
Lalu berlari untuk menangkapnya
"Semoga dapat," pekikmu
Aku yang menoleh dengan kata aminn yang sudah dilangitkan
Semoga aku mendapatkanmu
Seperti anak perempuan yang mendapatkan es krim kesukaannya
Sumenep, 23 Februari 2024
***
DIA YANG MAHA SEGALANYA
Kau minta mawar merah mekar di halaman
Ternyata tak hanya mawar
Kau pun mendapat melati
Kau minta hujan di pagi
Ternyata tak hanya hujan yang kau dapat
Kau dapat pelangi yang indah juga
Kau meminta yang tulus,
Dia beri kau yang paling tulus dari-Nya
Kau minta yang bagaimana lagi dari-Nya,
sedangkan saat kau diberi oleh-Nya,
kau malah mencari yang lainnya,
kau malah menyia-nyiakannya
Tahun baik sekali,
kau hanya meminta yang sepertinya,
tapi Dia malah memberikan langsung apa yang kamu mau
Bukan memberikan yang sepertinya,
tapi Dia malah memberikan orangnya
Kurang baik apa?
Dan kurang bersyukur apa?
Kau yang kurang
Yang Maha baik dari segalanya
Yang Maha memberi semuanya
Yang Maha ampun atas segalanya
Sumenep, 26 Februari 2024
***
INI SEBUAH RUMAH
Ini rumahku
Baru direnovasi
Genting bocor
Aku pontang-panting dulu,
Mencari wadah untuk menampung air
Ini rumahku
Dinding-dinding tak lagi mengelupas
Catnya putih tulang
Luntur layaknya mulut-mulut berlipstik merah
Ini rumahku
Kau bisa bertanya seberapa sering aku menghitung genting-genting saat hendak tidur
Kau bisa berbisik pada selimutku
Terdapat aku yang menggigil akibat malam yang kutuduh menebar benci
Ini rumah ibuku nyatanya
Senyumnya yang kujadikan tempat memetik semangat
Ini rumah ibuku,
Kau tahu, dadanya lapang sekali menerimaku
Jangan tanya masakan ibuku,
Dapur rumah inilah yang mencicipi setiap rasanya
Ini pula rumah ayahku
Kau akan melihat punggungnya yang lebih kokoh dari kayu penyanggah atap rumah ini
Ini rumah ayahku
Kau tak akan temukan hiasan rumah yang lebih indah dari senyumannya
Sumenep, 26 Februari 2024
Komentar
Posting Komentar