Langsung ke konten utama

PUISI-PUISI BULAN MARET, Oleh: Erka Ray

Kau bisa anggap aku si miskin
Yang sedang lapar menjilati majasnya sendiri
Yang sedang berusaha angkuh tak mau mengakui kemiskinan ilmunya

Aku bisa sebut aku si tukang bual
Menulis puisi dengan banyak majas untuk menipumu
Menjilat arti puisi sendiri
Lalu menyatakan jika kau adalah makna yang ada di dalamnya


Pamekasan, 02 Maret 2024

***

MENGEJAR MIMPI


Pulang sayang, hari telah pagi 
Mengapa kau masih beradu mulut dengan mimpimu yang tak pasti
Pulang sayang,
Desamu telah ramai tampaknya sepagi ini telah ada yang berduka 
Orang-orang mulai menitip doa di kain kafannya
Sepagi ini kau harus telah pulang 
Sebab jauh di depan sana
Kau harus mengejar mimpi masa depanmu
Bukan mimpi tidurmu yang kau geluti hingga pagi 

Hari telah pagi 
Seharusnya aku telah melihatmu di jalan-jalan ramai perkotaan
Menunggu lampu merah berganti hijau di perempatan
Sepagi ini seharusnya kau telah lama pulang dari kegelisahan malam
Malam hanya serangkaian manipulatif yang ber iming-iming mimpi 

Pulang sayang,
Langit menguning
Senyummu seharusnya telah kulihat di mana-mana menebar kasih
Pulang,
Sebab rumahmu yang seharusnya harus kau tempati


Pamekasan, 05 Maret 2024

***

HUJAN PAGI DAN PATAH HATI


Hujan begitu bersabar merintik di rumahmu
Ah sial aku sepagi ini mendapat kabar buruk
Entah kau yang tak akan membuka jendela lagi ini karena terlampau dingin 
Atau alih-alih aku yang patah hati sepagi ini 

Hujan merintik dengan ikhlas di depan rumahmu
Basah di segala penjuru
Hujan silih berhenti menuangkan cerita versi terbaiknya
Ah, mungkin aku yang dibisikkan lewat kisi-kisi jendela rumahmu

Hujan datang menjelang subuh tadi
Kukira kau akan pontang-panting menyelamatkan jemuran di samping rumahmu
Ternyata dia dibiarkan basah bersama kisah-kisah subuh dan sumbangnya suara anak-anak mengaji 

Hujan berbaik hati menutupi patah hatiku sepagi ini 
Kukira malam itu kau untukku
Ternyata kau untuk semuanya 
Sama saja dengan hujan 
Untuk semuanya,
Tak hanya rumahmu


Sumenep, 12 Maret 2024

***

TUKAR-MENUKAR


Kau tukar buku
Kau senyum simpul
Kau tukar kenangan
Kau rayu dengan bunga
Kau tukar lagu
Kau genggam nada-nada syahdu

Kau tukar buku
Kau dapat cerita
Kau tukar satu cerita 
Kau dapat banyak cerita 
Kau dapat pula senyumnya
Kau tukar seisi hati 
Kau dapatkan aku yang hampir mati sebab patah hati


Sumenep, 12 Maret 2024

***

Pada laut yang tak lagi tenang ombaknya
Menjilat bibir pantai yang semakin bersih
Pada laut yang ricuh
Pada laut yang airnya tak pernah tenang
Pula pernyataan cinta lanjut 
Karang-karang,
Bisu di dasarnya
Pula berbagai macam kehidupan
Pula matamu yang kuibaratkan kehidupan


Sumenep, 24 Maret 2024

***

PADA LAUT YANG BERCERITA 


Pada laut yang tak lagi tenang ombaknya
Menjilat bibir pantai yang semakin bersih
Pada laut yang ricuh
Pada laut yang airnya tak pernah tenang
Pula pernyataan cinta laut
Karang-karang,
Bisu di dasarnya
Pula berbagai macam kehidupan
Pula matamu yang kuibaratkan kehidupan

Kisah cinta laut yang tebalnya menjadi novel-novel sastra 
Panjang-panjang,
Namun patah-patah mengucap cinta
Hingga ujung cerita ramai menceritakan nestapa yang kian merenggut kesucian cerita 

Pula pada laut yang tenang kala malam 
Mungkin membisu atas penolakan bunga-bunga ombaknya
Mulai berbaur dengan sakit hati
Pulang melepas rindu pada bibir pantai yang ditampar berpuluh kali
Pula pada laut yang akhirnya mata di sisi bahumu dan bahuku
Mengikhlaskan cerita yang telah menyusut di novel-novel yang menguning sampulnya


Sumenep, 24 Maret 2024

***

CERITA SORE


Sore;
Kau ucap senja hanya singgah menertawakan anak-anak yang baru saja pulang sekolah sore 
Sore:
Kau ucap lebih tajam warnanya menceritakan kehidupan di pinggir-pinggir kota
Sore;
Pula adalah hal yang tak sempat ikut memungut botol-botol bekas yang ditumpuk di karung-karung pemulung 

Sore; 
Diam menyaksikan keramaian tangan-tangan agung yang masih tanduk pada jabatan
Sore;
Pula merenung mengapa malam hari masih saja dijadikan investasi dari ambisi yang terus menjilat sepatu-sepatu hitam mengkilat

Sore;
Menjalang petang yang dinanti pemuda pemudi dewasa 
Konon puisi banyak tercipta dari pada beras-beras yang cepat habis di dapur-dapur rumah
Muda-mudi mencari sore
Sambil bergurau,
Lempar melempar kasih sayang melebihi yang berwajah teduh dengan segepok uang



Sumenep, 24 Maret 2024

***

APAKAH TUHAN MENULIS KISAH BARU?


Tuhan, Kau sedang menulis suatu kisah kah?
Kenapa ramai sekali orang-orang di sepanjang jalan 
Suara alas kaki sandal swallow yang bersentuhan dengan tanah
Celotehan orang-orang pinggir jalan 
Riang sekali, Tuhan
Berusaha menghibur diri sore hari

Tuhan,
apa Kau sedang menulis sebuah kisah baru
Lihat, anak-anak menertawakan senja seraya menenteng es buah dalam plastik
Tuhan;
Alur-Mu sedang akur sekali sore hari ini
Bajuku ikut terbawa angin 
Mungkin alur-Mu juga 

Tuhan,
Puji syukurku atas segala yang aku lihat
Kisah baru-Mu baru saja aku lalui
Meksi padi-padi belum menunduk dengan menguningkan dirinya
Kisah-Mu mulai menjauh di arah barat 

Tuhan, 
Seharusnya Kau sembari menyeduh cerita di dalam cangkir
Agar ada sedikit kehangatan di sana
Tuhan, maukan menghabiskan kisah baru-Mu bersamaku di kelokan jalan yang melalui jembatan dan perkampungan pesisir

Akankah Tuhan sedang bersantai dengan di tangannya memegang pena untuk menulis kisah baru


Pamekasan, 25 Maret 2024


***


Jiwa kekanak-kanakan sedang merengek meminta dibacakan buku cerita 
Kisah seorang putri yang tertidur lama yang dibangunkan oleh seorang pangeran
Jika kekanak-kanakan mulai membuka lembaran demi lembaran
Mengusap matanya 
Kisah-kisah dan huruf-huruf

Anak kecil dalam diri tenang membacakan berita
Kisah timpang soal kekerasan di banyak tempat 
Jika kekanak-kanakan sedang mencoba membaca huruf abjad
Lidahnya sering keseleo namun tajam menyelidiki siapa rezim terkuat saat ini 

Jiwa kekanak-kanakan sedang asik bermain kartu-kartu 
Tertawa nyaring perubahan pertahanan baru dalam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI "PERCAKAPAN IBU", Oleh: Erka Ray

(Artisoo.com) Anak bertanya, "Kenapa ibu menangis saat mengupas bawang?" "Perih, Nak,"  Katanya demikian  "Kenapa ibu lama membasuh muka?" Pertanyaan selanjutnya "Wajah ibu kotor dosa, Nak. Wajah ibu sering tak ramah saat memintamu mengaji. Apalagi saat menyuruhmu pulang ke rumah, wajah ibu sangar. Pun wajah ibu sering kaulupakan saat kausedang berbahagia." Apa kaulihat ada yang bangun melebihi aku saat pagi tiba? Pun tak kaudapati siapapun di dapur kecuali aku, Nak Mengupas bawang yang sebenarnya masih terkantuk Memotong sayuran  Menyalakan kompor Menyalakan kran air kamar mandi Tak akan kaudapati selain aku, Nak Yang tangannya mencuci baju di kamar mandi dan matanya awas menatap nyala api sedang memasak air untuk membuat kopi Kelak, Jika kautak lagi temukan keributan dari mulutku, Nak Cepat peluk tubuhmu sendiri Mungkin aku sedang ingin beristirahat di ruang tamu Sembari diiringi keramaian lain yang sedang membaca doa-doa Sumenep, 0...

PUISI "PERASANKU", Oleh: Erka Ray

Entahlah,  Malam seakan bersendawa panjang Sehabis sarapan yang mengenyangkan Piring kotor dicuci sehabis itu  Malam tak bergeming di dekat jendela Gorden tak dibuka Untuk apa? Sesal tangan tak menggenggam Sesak dada mengingat sesal  Yang mana yang harus dirasa  Campur rasa tak menjadi suka  Malah menduka  Panjang umur malam ini  Penyair sampai hilang puisi  Kata di bait pertama yang tak berarti Pamekasan, 11 April 2023

HUMOR "MA, MINTA ADEK", Oleh: Erka Ray

Di pagi yang cerah, terjadi obrolan seru dari keluarga kecil di meja makan. Disana ada sepasang suami istri dan dua anaknya laki laki dan perempuan yang masih berumur 6 tahun dan si kaka 8 tahun di sela sela sarapan salah satu dari anak mereka memulai obrolan dengan mengajukan permintaan. "Ma, mama dulu yang buat adek gimana sih ma?" tanya si Kakak yang merupakan anak pertama. "Kenapa Kakak nanya kaya gitu," kata si Mama sembari tesenyum menahan tawa. "Kakak pengen adek lagi." "Pengen adek lagi gimana, Kak?" Si mama mulai kebingungan. "Ya pengen adek lagi, Ma. Adek bayi." Matanya mengerjab-ngerjab menunjukkan muka polosnya. "Itu kan masih ada adeknya, Kak." "Iya, Kak. Itu adeknya masih ada, masih lucu juga." Si papa ikut nyeletuk. "Tapi kakak pengen yang masih bayi, Pa, Ma. Iyakan dek?" Si kakak melirik adeknya, meminta dukungan. "Iya, Pa. Adek juga pengen adek baru yang masih bayi."  "Kalia...