Langsung ke konten utama

CERPEN "PLOT TWIST", Oleh: Erka Ray

Hari Rabu 24 Juli 2024, sejauh mata memandang terlihat kesibukan. Ini masih pagi, tapi sepagi ini peluh orang-orang telah mengucur deras di dahi. Baju-baju kumal sudah tak terlihat warnanya. Suara bising dari mesin pemotong kayu memekakkan telinga. Masih jam delapan pagi, tapi matahari di atas sana sudah terik sekali. Truk-truk besar dan kotor hilir mudik kesana kemari membawa angkutannya, ban yang kasar, supir yang ugal-ugalan sebab lelah, debu-debu beterbangan dari bekas lindasan truk membuat mata merah. 

"Ayo cepat, pindahkan kayunya ke atas truk." Seseorang berteriak dari samping truk pada orang-orang yang tengah asik mengelap keringat. Agaknya orang itu adalah mandornya. Dari pagi tadi sudah menyetrap para pekerjanya untuk bergerak, tidak boleh istirahat, membual ini itu, janji-janji kosong. 

"Tidak istirahat dulu, Bos?" Seseorang bertanya dengan napas tersengal sebab lelah. 

"Nanti kau dapat jatah istirahat lebih banyak jika kau berkerja lebih keras."

Orang-orang pekerja itu sudah muak dengan bualan soal istirahat. Mereka terus bekerja dan bekerja di area pertambangan itu. 

"Kalau bang Jun lelah, bang Jun bisa istirahat dulu. Biar aku dan yang lain yang akan memindahkan kayu-kayu itu."

"Tidak, Jef. Kita kerjakan pekerjaan ini bersama-sama," ucap Juna sambil menepuk bahu laki-laki berusia 25 tahun bernama Jefri. 

Apa pertambangan ini ilegal, jelas tidak. Ini pertambangan legal di pedalaman Kalimantan. Proyek pembangunan besar yang akan dibuat di atas tanah Kalimantan, papua dan sulawesi. Negara telah bekerjasama dengan beberapa perusahaan terkenal dari luar negeri yang akan menghandle proyek besar ini. Rencananya di Kalimantan akan di bangun ibukota baru untuk mengantikan pusat ibukota lama. Selain itu juga akan di bangun perumahan perumahan serta mall dan swalayan yang cukup besar sehingga harus membabat habis separuh hutan kalimantan.
Hutan papua juga demikian, di sana akan dibangun pabrik industri untuk mengolah bahan tambang. Juga akan membangun perhotelan dan wisata baru. Begitupun di Sulawesi hutan di sana akan dibabat habis untuk membangun industri perkantoran dan juga pabrik-pabrik baru agar tidak terpusat di surabaya.
Pengerjaan proyek ini dimulai dari kalimantan dulu. Dimulai dengan menebangi pohon pohon di hutan Kalimantan. Negara telah melakukan kesepakatan bahwa akan melakukan reboisasi di kawasan lain agar hutan tetap terlindungi dan tidak gundul. Alat-alat berat dan truk-truk besar mulai berdatangan ke lokasi pertambangan itu. Bahan-bahan bangunan juga mulai berdatangan dari ibukota yang akan digunakan untuk pembangunan proyek tersebut. Kebanyakan pekerja di pertambangan ini berasal dari kota, hanya beberapa orang yang dari penduduk setempat. Memang terdapat desa kecil di dekat proyek pertambangan itu, desa tempat Juna dan Jefri tinggi, mereka berasal dari desa itu dan merupakan salah satu orang yang diambil untuk bekerja di proyek tersebut. 

"Hutan daerah kita semakin hari semakin berkurang ya?" Salah seorang dari pekerja menyeletuk di sela-sela istirahat makan siang. 

"Dulu aku ingat betul masih memanjat salah satu pohon di hutan ini, sekarang sudah tak ada lagi pohon-pohon itu, yang ada malah debu-debu dari bekas lindasan truk-truk besar." 

"Ibuku baru-baru ini bertanya soal janji-janji para pejabat itu soal reboisasi. Mana katanya? Kenapa mereka belum melakukan penanaman pohon baru. Bisa-bisa gundul total hutan ini macam kepalanya Badrun," kata si Jazuli.

"Kenapa pula kepalaku kau sebut-sebut." yang disebut langsung menyeletuk sambil menyatukan alis.

"Eh, ya kan kepala bang Badrun memang botak. Apa aku salah? Jazuli menjawab kikuk. Dan mendapat tatapan tajam dari Badrun. 

"Kau tidak bertanya pada mandor itu Jef soal reboisasi itu?" Juna bertanya menatap Jefri.

"Sudah berkali-kali tak terhitung, Bang. Dia selalu saja menghindar." 

Jef memang sudah bertanya berkali-kali soal reboisasi yang dijanjikan pemerintah itu. Lantas apa jawaban mandor yang sok itu, dia berbelit-belit, membolak-balik perkataan, lalu membahas hal lain. Jadilah hal itu tak kunjung ada kejelasannya sampai sekarang. Padahal setiap Jef kumpul-kumpul dengan penduduk desa baik ibu-ibu atau bapak-bapak mereka berulang kali membahas soal janji-janji itu. Mereka seperti dibohongi, hujan mereka sudah dibabat habis hampir separuh. Lantas apa yang diberikan pemerintah dari kota itu, mereka hanya terus berjanji dan berjanji untuk janji-janji berikutnya. 

Seseorang tiba-tiba berdiri seperti tidak senang dengan pembahasan ini. 

"Mau kemana kau?" Jaz bertanya pada Jerico yang bangun membawa piringnya. 

"Mau pindah tempat, Bang." Yang ditanya menjawab dengan muka datar lalu pergi tanpa menoleh lagi. 

"Kenapa sih anak itu, seperti tidak suka mendengar pembahasan ini. Padahal dia dari desa kita. Seperti tidak suka betul kalau hutannya kembali hijau." Jaz mukanya mulai sewot. Jer memang selalu pindah tempat jika yang lain sedang membahas soal janji-janji pemerintah mengenai reboisasi. Jerico, Jefri, Juna, Jazuli, Badrun dan 16 orang lainnya yang totalnya 21 pekerja. Mereka adalah orang-orang dari desa deket pertambangan yang terpilih untuk bekerja di proyek pertambangan itu. Hanya Jerico yang terlihat berbeda, jarang kumpul, jika sedang berkumpul hanya diam, jika membahas soal reboisasi dia memilih pergi.

"Ayo bang kerja lagi. Jangan memikirkan hal-hal yang tidak-tidak." Jef menepuk bahu Jaz, dia bangun lebih dulu, makanannya sudah habis. Tidak perlu berlama-lama, karena jam istirahat sebentar lagi akan berakhir dan mandor sialan itu akan pasti akan mengomel panjang lebar. Dan Jef melas mendengarnya.

Jam terus berputar, suara mesin pemotong kayu berderit kasar memekakkan telinga. Peluh mengucur deras di dahi, baju-baju semakin kumal. Jef sebenarnya tidak ingin bekerja di pertambangan ini, dia tahu pertambangan ini legal keberadaannya, tapi di satu sisi Jef tahu dia akan menjadi bagian dari orang-orang yang jahat terhadap hutannya. Tapi mau tidak mau dia harus bekerja, dia butuh uang. Sejauh mata memandang hamparan hutan hijau berganti lahan-lahan gersang dan berdebu. Truk-truk besar ini membuat tanah-tanah dari hutan basah berganti serbuk abu yang membuat perih mata. 

"Ayo bekerja lebih cepat, hari sudah sore. Cepat pindahkan kayu-kayu yang sudah dipotong memanjang itu ke dalam truk. Heh kau yang di sana jangan bengong, cepat pindahkan bahan-bahan bangun dari dalam truk yang baru datang ke gudang sebelah kanan kantor pusat." Mandor dengan topi kuning itu terus menceracau bersama debu-debu yang beterbangan. 

Kamis, 25 Juli 2024. Pekerjaan tambang terus berlanjut. Hari ini pekerja tambahan didatangkan dari ibu kota untuk membuat fondasi bagi bangunan baru yang akan di bangun di sisi kiri kantor pusat. Entah sebagai bangunan apa, tapi nampaknya orang-orang yang didatangkan bukanlah orang-orang yang biasa, mereka pasti adalah orang-orang yang profesional di bidangnya.

Jef menatap jerih dari kejauhan, kelelehan kerja. Proyek ini tampak serius sekali. Dia tidak tahu apa tujuan semuanya, tapi yang dia tahu hutannya hampir habis. Orang-orang desa terus protes soal pertambangan ini. Mereka menagih janji pemerintah soal reboisasi. 

"Aku mengutuk pertambangan sialan itu. Dulu aku dan yang lain menyepakati soal penandatanganan lahan sebab omong mereka manis sekali. Janji reboisasi, ditebang satu ditanam seribu. Cuih! Dasar bedebah. Mereka adalah orang-orang yang menjijikan, menjilat kotoran sendiri. Mereka keluarkan lewat pantat lalu mereka letakkan di piring emas setelah itu mereka agung-agungkan kemudian dijilat lah kotoran sendiri. Munafik betul." Mbah Dullah bersungut-sungut dipertemuan mingguan warga kampung pekan lalu. Jef inget betul, sebab dia ikut hadir dipertemukan itu, sebagai salah satu orang penting dan informan tim pekerja yang bekerja di proyek pertambangan itu. 

"Jef, apa kau bilang padaku tadi pagi? Mandormu pandai berbual, pandai berjanji? Cuih! Dia bahkan sama bedebahnya dengan pemerintah dari kota itu, Jef. Kita tidak boleh tinggal diam lagi. Mereka semakin menguasai hutan kita. Mereka pikir mereka siapa di tanah leluhur kita." 

Mbah Dullah berkacak pinggang, bersungut-sungut, suaranya berapi-api. Dia geram sekali sekarang. Dia bicara panjang lebar soal unek-unek. Begitu juga dengan warga desa lain di pertemuan mingguan itu, hampir semuanya berbicara dan mereka mengeluhkan hal yang sama. 

Jef tidak bisa tinggal dia. Teman-temannya yang sama bekerja di pertambangan ini juga mengeluh hal yang sama begitu juga dengan dirinya. Jef harus berbuat sesuatu. Pertemuan rahasia harus segera digelar malam ini. 

"Heh, kau melamun ya. Cepat bekerja, semakin rajin kau bekerja maka akan semakin banyak gajimu dan jatah istirahatmu." Mandor sialan itu muncul tiba-tiba di depan Jef. Membuyarkan lamunan. 

"Cepat bekerja, Sayang. Mama di rumah menantimu pulang dengan segepok uang." Mandor itu menepuk-nepuk pipi Jef, namun segera dia tepis. Najis betul disentuh tukang ingkar janji itu. 


Dimulai di Sumenep, 24-25 Juli 2024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI "PERCAKAPAN IBU", Oleh: Erka Ray

(Artisoo.com) Anak bertanya, "Kenapa ibu menangis saat mengupas bawang?" "Perih, Nak,"  Katanya demikian  "Kenapa ibu lama membasuh muka?" Pertanyaan selanjutnya "Wajah ibu kotor dosa, Nak. Wajah ibu sering tak ramah saat memintamu mengaji. Apalagi saat menyuruhmu pulang ke rumah, wajah ibu sangar. Pun wajah ibu sering kaulupakan saat kausedang berbahagia." Apa kaulihat ada yang bangun melebihi aku saat pagi tiba? Pun tak kaudapati siapapun di dapur kecuali aku, Nak Mengupas bawang yang sebenarnya masih terkantuk Memotong sayuran  Menyalakan kompor Menyalakan kran air kamar mandi Tak akan kaudapati selain aku, Nak Yang tangannya mencuci baju di kamar mandi dan matanya awas menatap nyala api sedang memasak air untuk membuat kopi Kelak, Jika kautak lagi temukan keributan dari mulutku, Nak Cepat peluk tubuhmu sendiri Mungkin aku sedang ingin beristirahat di ruang tamu Sembari diiringi keramaian lain yang sedang membaca doa-doa Sumenep, 0...

PUISI "PERASANKU", Oleh: Erka Ray

Entahlah,  Malam seakan bersendawa panjang Sehabis sarapan yang mengenyangkan Piring kotor dicuci sehabis itu  Malam tak bergeming di dekat jendela Gorden tak dibuka Untuk apa? Sesal tangan tak menggenggam Sesak dada mengingat sesal  Yang mana yang harus dirasa  Campur rasa tak menjadi suka  Malah menduka  Panjang umur malam ini  Penyair sampai hilang puisi  Kata di bait pertama yang tak berarti Pamekasan, 11 April 2023

HUMOR "MA, MINTA ADEK", Oleh: Erka Ray

Di pagi yang cerah, terjadi obrolan seru dari keluarga kecil di meja makan. Disana ada sepasang suami istri dan dua anaknya laki laki dan perempuan yang masih berumur 6 tahun dan si kaka 8 tahun di sela sela sarapan salah satu dari anak mereka memulai obrolan dengan mengajukan permintaan. "Ma, mama dulu yang buat adek gimana sih ma?" tanya si Kakak yang merupakan anak pertama. "Kenapa Kakak nanya kaya gitu," kata si Mama sembari tesenyum menahan tawa. "Kakak pengen adek lagi." "Pengen adek lagi gimana, Kak?" Si mama mulai kebingungan. "Ya pengen adek lagi, Ma. Adek bayi." Matanya mengerjab-ngerjab menunjukkan muka polosnya. "Itu kan masih ada adeknya, Kak." "Iya, Kak. Itu adeknya masih ada, masih lucu juga." Si papa ikut nyeletuk. "Tapi kakak pengen yang masih bayi, Pa, Ma. Iyakan dek?" Si kakak melirik adeknya, meminta dukungan. "Iya, Pa. Adek juga pengen adek baru yang masih bayi."  "Kalia...