Langsung ke konten utama

PUISI "AKU ADALAH PENYIMAK - WARNA PERASAAN YANG LEBIH BANYAK - KENAPA AKU TIDAK BISA", Oleh: Erka Ray

AKU ADALAH PENYIMAK 

Lalu aku disebut apa
Ketika aku hanya memeluk lutut
Mengintip di balik jendela kamar 
Menghembuskan napas pada kaca sehingga terbentuk embun di sana 
Lalu menulis namamu dengan lengkap 
Aku disebut sebagai apa olehmu nanti 
Mungkin suatu kebetulan yang tak sengaja tersandung oleh sandalmu
Sebagai pengganggu bukan
Buktinya kamu terjatuh 
Aku rasa, kau harus harus mengatakan demikian

Aku hanya bisa menepi di balik hingar-bingar yang cukup mengusik
Bukankah aku sempat ingin meminjam bajumu sebagai penyumpal 
Mungkin kisi-kisi jendela kamarku juga perlu disumpal agak tidak terus menyuarakan dirimu

Aku sebagai apa di kemudian
Mungkin kamu bisa menjadi aktor yang baik
Berpura-pura aku lah tokoh antagonis yang membuat ceritamu berantakan
Atau kau bilang saja,
Aku adalah tokoh figuran
Sebagai penyimak 
Menyimak dari jendela kamarku


Sumenep, 25 Januari 2024



WARNA PERASAAN YANG LEBIH BANYAK 

Ternyata warna bunga di halaman rumah telah sampai pada baju putihmu
Semoga kau suka
Mungkin juga doaku
Sesekali
Nampaknya sering sekali 
Basah di bibir
Pasti namamu yang tak pernah tertinggal
Ucapan fasih
Ucapan lantang
Berteriak?
Siapa?
Tentu hatiku yang ingin bersamamu

Agaknya warna bajumu menjadi kemerah-merahan
Apakah bungaku penyebabnya?
Mungkin perasaanku
Apa berwarna biru muda?
Apa berwarna merah muda?
Atau merah darah?
Pekat
Kuat
Susah dihapus
Demikian agaknya pendefinisian perasaan yang ada

Aku tersenyum
Sesekali berharap
Berulang-ulang kali agaknya berharap
Bajumu lebih banyak warnanya


Sumenep, 25 Januari 2024



KENAPA AKU TIDAK BISA

Bukankah aku pandai membuat puisi 
Kenapa aku tidak pandai memadukan bata-bata putih yang sering dipakai tukang untuk membuat rumah

Aku pandai menyusun kata-kata
Beberapa mulut memujinya
Indah katanya
Kenapa aku tidak bisa membuat genting-genting dari tanah liat
Bukankah bapakku pensiunan pembuat genting
Aku lupa,
Aku tidak belajar dulu

Bukankah aku pandai sekali membunuh tokoh di cerita pendek yang kubuat
Membuat sedih cerita
Temanku memujinya
Itu bakatku katanya
Tapi kenapa aku tidak bisa menanam pohon pisang dengan baik
Bukankah ibuku seorang petani
Terampil merawat pohon pisangnya
Aku lupa,
Aku tidak pernah dibiarkan berkotor-kotor dengan tanah


Sumenep, 25 Januari 2025

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI "PERCAKAPAN IBU", Oleh: Erka Ray

(Artisoo.com) Anak bertanya, "Kenapa ibu menangis saat mengupas bawang?" "Perih, Nak,"  Katanya demikian  "Kenapa ibu lama membasuh muka?" Pertanyaan selanjutnya "Wajah ibu kotor dosa, Nak. Wajah ibu sering tak ramah saat memintamu mengaji. Apalagi saat menyuruhmu pulang ke rumah, wajah ibu sangar. Pun wajah ibu sering kaulupakan saat kausedang berbahagia." Apa kaulihat ada yang bangun melebihi aku saat pagi tiba? Pun tak kaudapati siapapun di dapur kecuali aku, Nak Mengupas bawang yang sebenarnya masih terkantuk Memotong sayuran  Menyalakan kompor Menyalakan kran air kamar mandi Tak akan kaudapati selain aku, Nak Yang tangannya mencuci baju di kamar mandi dan matanya awas menatap nyala api sedang memasak air untuk membuat kopi Kelak, Jika kautak lagi temukan keributan dari mulutku, Nak Cepat peluk tubuhmu sendiri Mungkin aku sedang ingin beristirahat di ruang tamu Sembari diiringi keramaian lain yang sedang membaca doa-doa Sumenep, 0...

PUISI "PERASANKU", Oleh: Erka Ray

Entahlah,  Malam seakan bersendawa panjang Sehabis sarapan yang mengenyangkan Piring kotor dicuci sehabis itu  Malam tak bergeming di dekat jendela Gorden tak dibuka Untuk apa? Sesal tangan tak menggenggam Sesak dada mengingat sesal  Yang mana yang harus dirasa  Campur rasa tak menjadi suka  Malah menduka  Panjang umur malam ini  Penyair sampai hilang puisi  Kata di bait pertama yang tak berarti Pamekasan, 11 April 2023

HUMOR "MA, MINTA ADEK", Oleh: Erka Ray

Di pagi yang cerah, terjadi obrolan seru dari keluarga kecil di meja makan. Disana ada sepasang suami istri dan dua anaknya laki laki dan perempuan yang masih berumur 6 tahun dan si kaka 8 tahun di sela sela sarapan salah satu dari anak mereka memulai obrolan dengan mengajukan permintaan. "Ma, mama dulu yang buat adek gimana sih ma?" tanya si Kakak yang merupakan anak pertama. "Kenapa Kakak nanya kaya gitu," kata si Mama sembari tesenyum menahan tawa. "Kakak pengen adek lagi." "Pengen adek lagi gimana, Kak?" Si mama mulai kebingungan. "Ya pengen adek lagi, Ma. Adek bayi." Matanya mengerjab-ngerjab menunjukkan muka polosnya. "Itu kan masih ada adeknya, Kak." "Iya, Kak. Itu adeknya masih ada, masih lucu juga." Si papa ikut nyeletuk. "Tapi kakak pengen yang masih bayi, Pa, Ma. Iyakan dek?" Si kakak melirik adeknya, meminta dukungan. "Iya, Pa. Adek juga pengen adek baru yang masih bayi."  "Kalia...