ANAK KECIL DAN MALAM HARINYA
Suatu ketika
Malam-malam yang syahdu
Angin semilir siang hari
Agaknya ini terlalu berlebihan bukan
Tangan-tangan kecil baru saja merangkak
Merengek meminta asi
Akankah dia tahu,
Dunia sedang ingin ikut becanda di bawah gelang kakinya yang berbunyi nyaring
Iya, jika ada gelang kaki di sana
Tapi matamu mengerjap-ngerjap di jam-jam rawan
Mulai mengangkat tangan ke atas
Kehidupan sedang membasuh kakimu untuk berjalan esok pagi
Cepatlah tidur,
Malam-malam begini
Ibu akan bercerita perihal makhluk-makhluk yang iseng menjewer telinga
Bukankah itu nyamuk
Hingga angka 21 tertiup angin malam ini
Kau terlelap dengan kisah-kisah yang hanya ada dalam puisi ini
Sumenep, 18 Januari 2024
***
BERBINCANG SEMU
Apa yang dicintai dari kehadiran
Bukankah senyum-senyum tersipu saat suatu ketika menyeruput kuah bakso
Atau saat mengomentari roti-roti yang sudah mengeras di etalase toko
Apa yang dibenci dari kepergian
Bukankah saat malam-malam mematikan lampu kamar
Lalu menangis sesenggukan
Terbayang wajah
Atau saat sepanjang hari tak lagi bertukar kabar
Bukankah semuanya amat biasa saja
Seperti waktu itu aku bilang,
Kau kehilangan bajumu
Saat melihat ke dalam lemari, kau masih memiliki setumpuk baju yang masih terlipat
Esok lusa yang hilang terlupakan
Bukankah saat itu aku bertanya apa perasaan berwarna merah muda seperti pipi yang merona
Kau membantah,
Pipi yang merona berwarna merah,
Bukan merah muda seperti baju-baju boneka Barbie
Dan perasaan hanya titik-titik yang dirawat hingga banyak
Bukan seperti kuah bakso yang diseruput tempo hari
Sumenep, 18 Januari 2024
***
TERISI PENUH
Aku begitu mencintai langit,
Tapi ia tak bisa kujamah saat aku bertelanjang
Aku begitu mencintai malam
Tapi pula tak bisa kupeluk saat badan tengah panas demam
Apa aku harus memeluk api
Demi melanjutkan kisah-kisah kayu yang telah dibakar
Mengambil abunya yang hitam
Bukan abu kremasi,
Hanya segelintir perasaan yang ikut hangus
Malam-malam,
Langit cerah berbintang
Terbesit membeli teropong besar
Hendak bercinta dengan rembulan
Bukankah aku menduakan kecantikan yang lain termasuk dirimu
Malam itu, sambil lalu aku membawakan air dalam bak yang diisi penuh
Bukankah cintaku sepenuh itu pula?
Sumenep, 18 Januari 2024
***
SAAT KAMU MATI
Laut mati
Genggam tangan
Karang laut keras kepala perihal takdir
Kau mati apa pentingnya berduka
Bendera kuning
Kerudung hitam
Ruang tamu yang tak suka dirimu
Pergi,
Lusa kau diberkati sebab menangis
Sudah usang rupanya sapu tanganmu
Sumenep, 18 Januari 2024
***
HANYA BUKAN AKU
Warna itu bukan aku
Terlalu hitam untuk menjadi abu-abu
Dan terlalu terang di sekitar mata
Itu bukan aku
Aku tak sibuk memilih warna tembok
Aku tak sibuk merangkai bunga
Aku pun tak sibuk dengan memilih merk tissue di toko-toko
Itu pula bukan aku
Aku tak seperti dirimu bukan
Aku bukan lampu yang salah dinyalakan saat siang hari
Sebenarnya aku tidak tahu aku seperti apa
Itu hanya bukan aku
Sumenep, 18 Januari 2024
Komentar
Posting Komentar