Wajahnya sembab. Entahlah, dia tiba-tiba ingin memutuskan hubungan, padahal kita sudah menjalin hubungan ini dari awal masuk kuliah. Dan sekarang kita sudah menginjak semester akhir.
"Aku hanya ingin memutuskan hubungan ini, aku rasa sudah cukup," ucapnya. Matanya menatap ke arah lain.
"Kamu seperti ini pasti ada alasannya. Tidak mungkin kamu tiba-tiba memutuskan sepihak seperti ini tanpa ada alasan apapun."
Aku menghela napas.
"Kita tidak sedang bertengkar, El. Kita baik-baik beberapa hari terakhir. Tapi kenapa?" Lagi-lagi aku bertanya pada Ela.
Dia masih diam. Tidak menanggapi apapun.
"Atau karena aku tidak kunjung menyatakan keseriusan?" Aku bertanya lagi.
"Bukan karena itu, Ki," ucap Ela.
"Lalu karena apa?" Aku menunggu jawabannya.
"Aku akan dijodohkan. Bapak memohon untuk aku menerima perjodohan ini. Aku tidak bisa menolak apapun. Aku sudah memberi tahu Bapak soal hubungan kita. Tapi Bapak tidak bisa dibujuk. Bapak juga sudah terlanjur berjanji dengan temannya dulu untuk menjodohkan anak mereka." Akhirnya Ela menjelaskan panjang lebar. Aku sekarang tahu kenapa dia tiba-tiba begini.
"Maafkan aku, Rifki. Tapi urusan ini tidak bisa aku kendalikan. Aku hanya memohon padamu untuk melepaskanku dan mengakhiri hubungan ini." Ela kali ini sempurna menatapku.
Hari itu aku mengiyakan dengan rasa berat hati. Ela tidak mungkin membantah Bapaknya. Dan bapaknya tidak bisa mengingkari janjinya pada temannya. Mungkin aku yang harus mengalah.
Percakapan sore itu berakhir.
Beberapa bulan kemudian. Hari-hariku mulai terbiasa tanpa Ela. Kami sekelas di kampus, bertemu setiap hari. Aku berusaha terlihat biasa aja. Mungkin Ela juga begini. Meski aku tidak tahu sebenarnya.
Hari ini saat aku sedang ke minimarket dekat rumah, tidak sengaja malah bertemu Ela. Dia bersama seseorang. Mungkin itu calonnya. Terlihat lebih baik dari pada aku.
Ela terdiam melihatku. Aku memaksakan diri untuk menyapanya. Aku tidak ingin menjadi musuhnya meskipun hubungan ini telah berakhir. Meski tidak bisa dipungkiri perasaan ini masih ada.
"Apa kabar, El?" Aku menyapanya, Ela tersenyum. Terlihat lebih baik sekarang.
"Aku baik," ucap Ela.
"Oh ya perkenalkan, ini Rifki temanku. Dan Rifki, ini Danil tunanganku." Ela memperkenalkan kami. Aku sudah menduga ini pasti tunangannya.
"Oh ya, ini undangan pernikahanku. Jangan lupa hadir ya, Ki." Ela menyodorkan undangan. Terlihat foto prewedding mereka jadikan sampul undangan.
"Jika tidak bentrok dengan tugas aku akan usahakan datang." Aku kikuk. Danil tidak tahu kalau sebenarnya aku mantannya Ela. Sudahlah, biarkan saja tidak tahu, dari pada aku merusak hubungan mereka sekarang.
"Jangan lupa hadir ya, kamu kan temennya Ela. Temen Ela yang lain juga kami undang." Danil berbasa-basi. Aku mengangguk.
Kami masih berbincang-bincang beberapa menit, membahas sesuatu yang menurutku tidak penting. Hanya basa-basi. Setelahnya mereka pamit hendak pulang.
Ela dan Danil terlihat mengendarai mobil. Jelas dia lebih baik dari pada aku. Ela bersamaku mengendari motor. Meskipun Ela tidak pernah mempermasalahkan tentang itu. Tapi Danil, dia akan membuat Ela bahagia. Aku menatap kertas undangan di tanganku. Mungkin aku harus menghadirinya. Tertera tanggal 12 Januari di kertasnya. Masih satu bulan lagi.
"Kamu gimana sih, Rifki. Bapak lihat kamu semakin tidak semangat menulis skripsi ini. Padahal yang Bapak tahu, kamu termasuk mahasiswa aktif di kelas."
Pak Kudrat melihat-lihat hasil revisi skripsiku. Hari ini aku sedang melakukan bimbingan untuk tugas akhirku. Dan Pak Kudrat inilah dosen pembimbingku. Beliau baik sekali.
"Bapak kan sudah bilang, isinya sudah sangat baik, data-datanya lengkap. Hasil observasi kamu sangat bagus. Cuma pendahuluannya saja, Ki. Ada beberapa paragraf yang harus diubah. Bapak sudah kasih catatan di kertas yang kemarin. Kenapa kamu malah merevisi bagian yang lain." Pak Kudrat membenarkan posisi kacamatanya.
Aku hanya diam. Maklumlah tidak fokus, satu bulan lagi akan ditinggal nikah sama mantan tersayang.
"Fokuslah Ki pada kuliahmu. Segera selesaikan tugas akhir ini. Bapak itu tahu kamu bisa. Kamu pintar. Hanya saja kamu kurang fokus. Sebenarnya apa ada? Apa yang mengganggu pikiran kamu?" Pak Kudrat bertanya. Tidak mungkin kan aku bilang alasan yang sebenarnya.
Hari demi hari berlalu. Aku menyibukkan diri dengan tugas skripsi. Mencoba fokus dan. Akhirnya tugas ini selesai. Pak Kudrat memintaku ikut ujian skripsi bulan depan. Tanggal 12 Januari, agar aku cepat lulus katanya. Aku langsung teringat dengan tanggal pernikahan Ela. Lalu bagaimana.
Hari itu akhirnya tiba. Tanggal 12 Januari. Aku akan melaksanakan ujian skripsi sesuai jadwal yang telah ditentukan. Sudah siap dengan setelan kemeja putih, Jas Almamater, celana hitam dan sepatu pantofel.
"Cie yang sempro hari ini. Habis ini minggat dari kampus. Semangat dong." Riki terus menyemangatiku. Dia salah satu teman sekelas yang akrab denganku dari awal masuk kampus.
Aku mengangguk. Sebelum masuk ruangan, karena masih menunggu giliran. Aku mengirimkan chat pada Ela. Bilang kalau aku tidak bisa hadir, aku harus ujian skripsi. Pak Kudrat telah memintaku untuk melaksanakan ujian tanggal 12 Januari. Jadi aku meminta maaf padanya. Dan tak lupa aku mendoakan semoga dia bahagia selalu bersama Danil sampai ke Jannah. Entah pesan ini akan dibaca kapan oleh Ela. Yang jelas aku tahu, dia sekarang sudah sibuk.
Saat ujian skripsi siapa yang tidak akan gemetaran. Tentunya saja aku juga gemetaran. Aku mulai masuki ruangan. Ketiga dosen penguji di dalam ruangan mempersilakan aku untuk memulainya.
Siang ini aku sah menyandang gelas Sarjana Hukum setelah menyelesaikan ujian skripsi ini. Begitupun dengan Ela yang juga sah menyandang status barunya sebagai seorang istri.
Semoga bahagia El.
Diselesaikan di Sumenep, 06 Januari 2023
Komentar
Posting Komentar