Bagian 4
Hari kian sore beberapa mahasiswa sudah banyak yang bubar dari kampus. Langsung pulang ke rumah atau ke kosan masing-masing. Aku seperti biasa menyetop bus di depan kampus. Hari ini melelahkan dengan begitu padatnya aktifitas.
"Apakah iya laki-laki itu menyukaiku?"
Aku segera menepis pertanyaan ini. Lagi pula ini hanya asumsi dari Vivi saja. Aku dan Rayhan ini baru kenal, hanya orang asing yang iseng menyapa. Tidak ada yang spesial. Aku kembali fokus pada. siluet jalanan yang menguning di luar sana. Senja datang.
***
"Yah, hujan."
Adit, itu adikku. Dia mengeluh. Saat ini kami sedang duduk-duduk santai di ruang keluarga. Malam ini hujan tiba-tiba turun. Padahal tadi sore cerah sekali. Seperti tidak akan ada tanda-tanda akan turun hujan. Tapi ini adalah salah satu nikmat yang diberikan oleh Tuhan. Hujan ini adalah. rahmat-Nya. Tapi terkadang manusia ini aneh sekali. Saat panas minta hujan, saat hujan minta panas, mengeluh soal cucian tidak keringlah, inilah, itulah. Makhluk rendah yang banyak maunya.
Mama muncul dari balik pintu dapur. Di tangannya ada sepiring kue Bulut. Aromanya tercium enak. Kue Bulut ini adalah kue khas dari kota kelahiranku. Cara buatnya sangat sederhana sekali, menggunakan beras ketan yang telah dikukus. Setelah matang dibentuk menjadi lonjong lalu dicelupkan pada adonan tepung yang sudah dibumbui. Kemudian digoreng.
Akan tetapi, bisa juga menggunakan bahan beras atau nasi jika tidak ingin menggunakan beras ketan. Prosesnya agak berbeda. Nasi yang sudah matang kemudian dicampur dengan tepung tapioka agar nasinya lebih menempel seperti beras ketan lalu dibumbui penyedap rasa, dibentuk lonjong dan dicelupkan pada adonan tepung. Bulut ini sejenis gorengan. Enak rasanya. Cukup mudah membuat makanan ini. Mama sering membuatnya di rumah.
"Ini makan dulu," kata Mama sambil meletakkan piring di depan kami.
Malam ini keluarga kami berkumpul bersama di ruang keluarga sambil bercakap-cakap santai soal aktifitas dari pagi sampai sore. Ayah juga ikut bergabung setelah pulang dari kajian rutinitas di Masjid dekat rumah.
Sebenarnya hal ini yang sering diabaikan oleh orang tua. Banyak orang tua kurang meluangkan waktu bersama anaknya. Jarang bertanya soal apa yang dilakukan anaknya selama seharian. Padahal seorang anak sangat membutuhkan hal tersebut. Hal ini lah yang membuat anak menjadi semakin jauh dengan orang tua. Ketidak akraban dan jarangnya. komunikasi secara mendalam membuat anak mencari tempat cerita lain diluar dan menutup diri dari keluarganya sendiri.
Hari sudah semakin larut. Lampu-lampu rumah penduduk samping kanan kiri sudah ada yang dimatikan. Hendak tidur. Tubuh butuh istirahat setelah seharian beraktivitas.
Aku masuk ke dalam kamar. Masih berdiam diri di atas dipan. Pikiran ini malah berkelana kemana-mana. Soal percakapan tadi siang dengan Vivi terus saja aku ingat-ingat tanpa sengaja.
Apakah dia tampan?
Apakah benar laki-laki itu menyukaiku?
Apa memang aku yang tidak peka dengan sikap laki-laki itu?
Lagi pula. Aku tidak mengenalnya lebih jauh.
Sudahlah.
Aku menarik selimut memilih untuk istirahat saja. Besok aku harus berangkat pagi-pagi ke kampus.
***
"Aku berangkat, Ma."
Aku terburu-buru menyalami tangan Mama yang masih kotor karena mengulek bumbu. "Gak sarapan dulu, Kak." Mama menoleh.
"Gak usah, sudah telat, Ma. Assalamualaikum."
Aku berlari-lari kecil di halaman rumah. Beralih menyalami Ayah yang sedang menyiram bunga-bunga kesukaan Mama.
"Hati-hati, Kak." Begitu kata Ayah. Aku mengacungkan jempol. Langsung berjalan menuju halte tempat biasanya aku menunggu bus.
Sesaat sampai di sana. Sudah ada beberapa orang berdiri menunggu bus juga. Aku celingak-celinguk ke arah jalanan. Ternyata bus belum ada.
"Selamat pagi, Ray."
Aku terkejut. Laki-laki ini? Sejak kapan datang? Tiba-tiba sudah berdiri di samping kananku sambil
memperlihatkan deretan gigi-giginya.
"lya, selamat pagi." Aku menjawab kikuk..
Laki-laki ini sepertinya hendak berangkat kerja. Bajunya cukup rapi. Meskipun beberapa pekan terakhir hanya memakai Hoodie. Pakaian santai seperti orang yang akan pergi ke cafe saja.
Dia bilang, "Seragam OB ku ada di dalam tas." Dia menunjuk tas punggungnya yang berwarna hitam.
Dan kali ini dia memakai pakaian kemeja dengan bawahan jins. Seperti akan pergi kuliah.
"Itu busnya, Ray."
Laki-laki ini langsung menarik lenganku untuk maju. Takut ketinggalan bus.
Diselesaikan di Pamekasan, 19 Februari 2023
Komentar
Posting Komentar