Langsung ke konten utama

PUISI KISAH YAN DAN DIM, Oleh: Erka Ray

MATI DI TANGAN PENULIS KITA

Yan;
Aku sudah telanjur bahagia membaca kisah kita yang ditulis oleh penulis itu
Aku sudah sesekali tersipu membaca bagian saat dirimu mengenakan kerudung
Saat mentari yang kabur di wajahmu sore itu 
Aku ikut sumringah

Yan;
Aku sampai-sampai ingin membangun patung dewa-dewa sebagai pemujaan atas penulis kisah kita 
Yang membuatku dan dirimu bertemu di bising-bising orang-orang dalam bus
Aku menghamba,
Lalu menyebut amin berkali-kali dalam doa-doa panjang 
Saat itu aku tengah ingin mengecupmu singkat di lilitan selang yang ada di tubuhmu

Akan tetapi,
Yan;
Matahari terlanjur berkhayal di pertengahan kisah kita
Penulis kita membuatmu menghilang saat ibu yang seharusnya menjadi ibu telah patah diambil orang
Dan setelahnya,
Aku yang dibuat mati menjilat nanah sendiri

Lalu datang kabar, Yan
Tubuhmu mengurus di tangan penulis kita
Kau dibuat tak berdaya
Sedangkan aku beberapa berharap selang-selang di tubuhmu segera dicabut 

Namun Yan;
Penulis kisah kita mencabut nyawamu di paragraf yang dia rangkai
Tak membuatku sempat membawakan bunga di dipan mu 
Malah di pusaramu sore-sore yang terus kuulang setelahnya


Sumenep, 17 September 2023

***

TIDAK DIPELUK OLEH TUBUHMU 

Dim;
Saat kumulai kisah kita dari goesan sepeda yang setiap hari beriringan
Aku mulai tahu kau abai akan semuanya
Pun diriku
Saat aku yang selalu mengurus tugas sekolahmu 
Dan menunggumu untuk pergi ke surau belajar mengaji 
Pun saat kau siang itu ikut menjaga padi ibuku yang dijemur di halaman

Dim;
Hingga saat itu rontok semua kenangan di kepalamu
Kau terjatuh, berdebam pun berdarah 
Aku hanya mengantar lewat air mata 
Begitu pula saat kau tak ingin membaca lagi huruf-huruf yang membuatmu kesal
Hingga kita terpisah 
Dalam alur-alur yang dibuat sedemikian rupa
Hanya menyisakan debu-debu pada wajahmu dan buku rapor yang kau robek 

Sampai bertahun-tahun lamanya kita berjumpa lagi
Hingga terjadi penyerahan kotak coklat berisikan kerudung yang membuatku senang saat dipakai 
Pun saat rutinitas sore mencari perlindungan dari bisingnya kota 

Dim;
Namun sayang beribu sayang
Aku mati di kisah yang tak sempat berisi dialog pernyataan cintamu padaku 
Aku mati di skenario yang kubuat dengan menjauhimu 
Hingga aku lebih dulu dipeluk tanah, Dim
: Bukan oleh tubuhmu

Dim;
Jangan memberi tangis di batu nisanku yang putih
Cukup kain kafanku saja 
Dim;
Hingga akhirnya aku sayup-sayup mendengar lantunan kau mengaji dengan lancar
Di situlah aku bersujud pada kalimat "Bismillah-mu"


Sumenep, 17 September 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI "PERCAKAPAN IBU", Oleh: Erka Ray

(Artisoo.com) Anak bertanya, "Kenapa ibu menangis saat mengupas bawang?" "Perih, Nak,"  Katanya demikian  "Kenapa ibu lama membasuh muka?" Pertanyaan selanjutnya "Wajah ibu kotor dosa, Nak. Wajah ibu sering tak ramah saat memintamu mengaji. Apalagi saat menyuruhmu pulang ke rumah, wajah ibu sangar. Pun wajah ibu sering kaulupakan saat kausedang berbahagia." Apa kaulihat ada yang bangun melebihi aku saat pagi tiba? Pun tak kaudapati siapapun di dapur kecuali aku, Nak Mengupas bawang yang sebenarnya masih terkantuk Memotong sayuran  Menyalakan kompor Menyalakan kran air kamar mandi Tak akan kaudapati selain aku, Nak Yang tangannya mencuci baju di kamar mandi dan matanya awas menatap nyala api sedang memasak air untuk membuat kopi Kelak, Jika kautak lagi temukan keributan dari mulutku, Nak Cepat peluk tubuhmu sendiri Mungkin aku sedang ingin beristirahat di ruang tamu Sembari diiringi keramaian lain yang sedang membaca doa-doa Sumenep, 0...

PUISI "PERASANKU", Oleh: Erka Ray

Entahlah,  Malam seakan bersendawa panjang Sehabis sarapan yang mengenyangkan Piring kotor dicuci sehabis itu  Malam tak bergeming di dekat jendela Gorden tak dibuka Untuk apa? Sesal tangan tak menggenggam Sesak dada mengingat sesal  Yang mana yang harus dirasa  Campur rasa tak menjadi suka  Malah menduka  Panjang umur malam ini  Penyair sampai hilang puisi  Kata di bait pertama yang tak berarti Pamekasan, 11 April 2023

HUMOR "MA, MINTA ADEK", Oleh: Erka Ray

Di pagi yang cerah, terjadi obrolan seru dari keluarga kecil di meja makan. Disana ada sepasang suami istri dan dua anaknya laki laki dan perempuan yang masih berumur 6 tahun dan si kaka 8 tahun di sela sela sarapan salah satu dari anak mereka memulai obrolan dengan mengajukan permintaan. "Ma, mama dulu yang buat adek gimana sih ma?" tanya si Kakak yang merupakan anak pertama. "Kenapa Kakak nanya kaya gitu," kata si Mama sembari tesenyum menahan tawa. "Kakak pengen adek lagi." "Pengen adek lagi gimana, Kak?" Si mama mulai kebingungan. "Ya pengen adek lagi, Ma. Adek bayi." Matanya mengerjab-ngerjab menunjukkan muka polosnya. "Itu kan masih ada adeknya, Kak." "Iya, Kak. Itu adeknya masih ada, masih lucu juga." Si papa ikut nyeletuk. "Tapi kakak pengen yang masih bayi, Pa, Ma. Iyakan dek?" Si kakak melirik adeknya, meminta dukungan. "Iya, Pa. Adek juga pengen adek baru yang masih bayi."  "Kalia...