Langsung ke konten utama

PUISI 4 MEI, Oleh: Erka Ray

HARAPAN BESAR

Selamat pulang 
Aku kosong
Siapa,
Bertanya,
Aku tak bernyanyi 
Senar gitar putus 
Ujung pena tak bisa mewakili

Siapa
Aku tak berisi 
Sudah,
Bila pergi
Bila pulang 
Mata urung tangkap tangan
Sudah cukup 

Bisa diulang 
Aku akan urung pulang
Memintai kenang
Sudah warna hitam kelam 

Semoga bisa
Kenang diulang
Kenang tak kunjung datang 
Pasung muka tempat lama 
Bila ku datang
Bayangan telah mati terkubur 
Sisa remah-remah
Usut tuntas,
Sampai tandas
Lekas pulang 
Rumah tanpa pintu 
Jendela di maki tak punya kaca

Pamekasan, 04 Mei 2023

***

KENANGAN SORE KITA

Pohon-pohon berbincang
Katanya, "Hasil menduga-duga." 
Kita ada dibawahnya
Di atas kita,
Daun menyanyikan lagu
Sekitar menjadi sepi,
Satu dua ada anak-anak bermain sepeda 
Mengejek,
"Sedang apa."

Sisi barat
Orang sibuk berkendara
Entah apa akan pulang ke pelukanmu
Berpetak-petak tanah 
Tergenang air,
Tak cukup bila hanya kenangan rupanya

Hingga kemuning langit mengecup bibir 
Ucap kasih, "Tulus aku untukmu."
Mulai tertidur di pahamu 
Kopi di botol telah mati, 
Sebab kalah bersaing 

"Aku ingin melihatmu lebih dekat," ucap dalam hati 
Sedang tangan sibuk memotret
"Maaf, tubuhmu hanya untukku sore ini," itu kata kita

Pamekasan, 04 Mei 2023

***

MATI DAN KEHILANGAN

Tangan dua
Jari hilang entah siapa dan apa penyebabnya
Aku warna coklat muda 
Luntur sebab dewasa 
Warna kuning yang tak lagi bisa kujadikan tokoh utama

Maaf,
Jari hilang 
Sebab kelingking ikut berjanji untuk tidak menepati
Hingga mulut-mulut ramai bernyanyi 
Telinga tak punya tangan untuk menutupi

Pindah, 
Pasrah,
Pisah,
Hingga sudah 
Mungkin layak mati di dekat rumah

Bilang pulang,
Aku temukan potongan kayu
Tua telah meninggalkan usia

Pulang,
Aku telah mati di dekat kalimatku

Pamekasan, 04 Mei 2023

***

EGOIS

Aku tubuh yang egois, 
Bila aku mati 
Cukup langit sore itu yang datang pada pemakamanku 
Beri aku jeda,
Napas ini sudah tak bisa ku asah lagi
Setipis jingga tepi wajahmu

Aku egois 
Biar tanganku lancang memindah warna
Senyum kalang kabut sebab dirimu
Biar pisah 
Belakang tubuh ini hijau 
Mata menghamparkan pandangan
Bisa aku rebut? 

Tubuh ini telah berhenti 
Kenangan mati 
Tubuh yang terkubur
Langit tak memberi ampun. 

Pamekasan, 04 Mei 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI "PERCAKAPAN IBU", Oleh: Erka Ray

(Artisoo.com) Anak bertanya, "Kenapa ibu menangis saat mengupas bawang?" "Perih, Nak,"  Katanya demikian  "Kenapa ibu lama membasuh muka?" Pertanyaan selanjutnya "Wajah ibu kotor dosa, Nak. Wajah ibu sering tak ramah saat memintamu mengaji. Apalagi saat menyuruhmu pulang ke rumah, wajah ibu sangar. Pun wajah ibu sering kaulupakan saat kausedang berbahagia." Apa kaulihat ada yang bangun melebihi aku saat pagi tiba? Pun tak kaudapati siapapun di dapur kecuali aku, Nak Mengupas bawang yang sebenarnya masih terkantuk Memotong sayuran  Menyalakan kompor Menyalakan kran air kamar mandi Tak akan kaudapati selain aku, Nak Yang tangannya mencuci baju di kamar mandi dan matanya awas menatap nyala api sedang memasak air untuk membuat kopi Kelak, Jika kautak lagi temukan keributan dari mulutku, Nak Cepat peluk tubuhmu sendiri Mungkin aku sedang ingin beristirahat di ruang tamu Sembari diiringi keramaian lain yang sedang membaca doa-doa Sumenep, 0...

PUISI "PERASANKU", Oleh: Erka Ray

Entahlah,  Malam seakan bersendawa panjang Sehabis sarapan yang mengenyangkan Piring kotor dicuci sehabis itu  Malam tak bergeming di dekat jendela Gorden tak dibuka Untuk apa? Sesal tangan tak menggenggam Sesak dada mengingat sesal  Yang mana yang harus dirasa  Campur rasa tak menjadi suka  Malah menduka  Panjang umur malam ini  Penyair sampai hilang puisi  Kata di bait pertama yang tak berarti Pamekasan, 11 April 2023

HUMOR "MA, MINTA ADEK", Oleh: Erka Ray

Di pagi yang cerah, terjadi obrolan seru dari keluarga kecil di meja makan. Disana ada sepasang suami istri dan dua anaknya laki laki dan perempuan yang masih berumur 6 tahun dan si kaka 8 tahun di sela sela sarapan salah satu dari anak mereka memulai obrolan dengan mengajukan permintaan. "Ma, mama dulu yang buat adek gimana sih ma?" tanya si Kakak yang merupakan anak pertama. "Kenapa Kakak nanya kaya gitu," kata si Mama sembari tesenyum menahan tawa. "Kakak pengen adek lagi." "Pengen adek lagi gimana, Kak?" Si mama mulai kebingungan. "Ya pengen adek lagi, Ma. Adek bayi." Matanya mengerjab-ngerjab menunjukkan muka polosnya. "Itu kan masih ada adeknya, Kak." "Iya, Kak. Itu adeknya masih ada, masih lucu juga." Si papa ikut nyeletuk. "Tapi kakak pengen yang masih bayi, Pa, Ma. Iyakan dek?" Si kakak melirik adeknya, meminta dukungan. "Iya, Pa. Adek juga pengen adek baru yang masih bayi."  "Kalia...