Siang ini aku disidang paksa soal perasaan yang tidak tahu malu
Membenci layaknya api yang pada akhirnya menyatakan cinta lewat abu
Tapi beberapa kali aku mendamba
Kayaknya awan yang menjadi jelata di hadapan langit
Matamu,
Aku tahu di sana ada perasaan yang tidak berkesudahan
Ingin mengalahkan air saat mengalir
Juga mengalahkan pipiku yang seringkali basah dengan penuntutan
Di telinga,
Saat aku bergibah mengenai kertas kosong yang jarang kutulis namamu
Hingga doa jahatku yang tak ditemukan namamu juga
Hingga untuk akhir kisah,
Aku adalah awan yang tetap berusaha putih saat menangis
Saat pagi hari,
Bahkan matahari kalah pagi dari wajahmu
Menabur senyum pada hidangan ringan
Mengalahkan manis pada kopi
Yang ampasnya sering mengoceh benci pada kisah ini
Ibu,
Inti dari awan yang rendahan saat beradu dengan matamu
Aku juga rendah dan tak layak di matamu
Kado awan hari ini hanya hujan
Meski setetes pun tak bisa lebih suci dari lidahmu
Sumenep, 20 Desember 2022
Komentar
Posting Komentar