Kaki-kaki ambisius menginjak tanah
menerka-nerka kapan akan menjadikannya pendamping
jari-jari lihai menuliskan takdir
menyerbu pikiran
mengecam hati yang sering resah
Angin jadi penerus dari langkah selanjutnya
membisikkan pada telinga
kalau untuk bangkit harus rela jatuh
membelai lembut pipi
katanya,
tidak apa-apa kehilangan tangisan
Terus maju
di kerikil yang menjerit saat diinjak
angin-angin yang memberi semangat
anak rambut bersorak saat melihat garis hadapan
Citaku sudah di depan mata
Terus ambisius untuk maju
darah di kaki dilupakan
keringat diabaikan
kita bisa tanpa iming-iming janji dari mulut sendiri
bisa tanpa tangis dari mata sendiri
Sumenep, 28 Agustus 2022
Komentar
Posting Komentar