Langsung ke konten utama

SENANDIKA "SEMPAT YANG TAK TEPAT" Oleh : Erka Ray

 "Waktu akan terus berputar. Waktu tidak akan berhenti lalu menunggumu yang sibuk dengan patah hati."

"Kita tidak bisa memaksakan sesuatu itu harus sesuai dengan keinginan kita. Dan kita juga tidak bisa memaksakan semuanya harus sama rata. Semua akan beda pada waktunya."


-----****-----


SEMPAT YANG TAK TEPAT


Aku hanya akan terus berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Tidak perlu bertanya. Aku pernah berteriak, tapi tak satupun ada yang tertarik. Aku bahkan pernah diam, tapi malah tak dianggap ada. 

Kamu adalah masa yang sempat indah. Kita pun menyelam lama di kejernihan yang disebut perasaan. Berlarut-larut lama, hingga lupa kalau ada satu perasaan yang terus mengintai. Yang kapanpun akan siap mematahkan. Bukankah sakit hati adalah teman yang teramat setia pada kebahagiaan. Dua hal yang terus berhubungan. 

Dulu kita yang nyaman serumah, nyaman berbagi hal-hal apapun. Untuk kemudian kita menjadi lampu jalan yang bersinar. Perasaan yang ditahtakan pada satu orang, adalah cara menunjukkan bahwa kamu telah bertuan.

Tapi selalu ada hal tertinggi untuk sesuatu yang rendah. Tingkat tertinggi dari mencintai, konon adalah mengikhlaskan. Mengikhlaskan untuk terus membiarkan semuanya terus berjalan meski bukan dengan orang yang semula. Karena kebahagiaan datangnya dari banyak arah, dan kadang dibawa oleh antah-berantah. Semudah itu ternyata bahagia. 

Kita adalah sempat yang tak tepat. Jadi kita dipisahkan di persimpangan agar terus berjalan dan tidak berhenti di pinggiran. Tapi katanya, masalalu kadang seperti spidol permanen, susah dihapusnya. Aku yang sejak dulu memilih menggenggam batang mawar, membiarkan diri sendiri berdarah-darah tersakiti, tapi aku malah tidak mau pergi. Begitu susahnya jika sudah menyangkut perasaan. 

Aku kira kita akan menjadi malam yang amat tenang dan menenangkan. Tapi ternyata, kita hanya senja yang hadirnya sebentar, tapi membekas tidak mau dihilangkan, dan bahkan ingin terus diulang. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI "PERCAKAPAN IBU", Oleh: Erka Ray

(Artisoo.com) Anak bertanya, "Kenapa ibu menangis saat mengupas bawang?" "Perih, Nak,"  Katanya demikian  "Kenapa ibu lama membasuh muka?" Pertanyaan selanjutnya "Wajah ibu kotor dosa, Nak. Wajah ibu sering tak ramah saat memintamu mengaji. Apalagi saat menyuruhmu pulang ke rumah, wajah ibu sangar. Pun wajah ibu sering kaulupakan saat kausedang berbahagia." Apa kaulihat ada yang bangun melebihi aku saat pagi tiba? Pun tak kaudapati siapapun di dapur kecuali aku, Nak Mengupas bawang yang sebenarnya masih terkantuk Memotong sayuran  Menyalakan kompor Menyalakan kran air kamar mandi Tak akan kaudapati selain aku, Nak Yang tangannya mencuci baju di kamar mandi dan matanya awas menatap nyala api sedang memasak air untuk membuat kopi Kelak, Jika kautak lagi temukan keributan dari mulutku, Nak Cepat peluk tubuhmu sendiri Mungkin aku sedang ingin beristirahat di ruang tamu Sembari diiringi keramaian lain yang sedang membaca doa-doa Sumenep, 0...

PUISI "PERASANKU", Oleh: Erka Ray

Entahlah,  Malam seakan bersendawa panjang Sehabis sarapan yang mengenyangkan Piring kotor dicuci sehabis itu  Malam tak bergeming di dekat jendela Gorden tak dibuka Untuk apa? Sesal tangan tak menggenggam Sesak dada mengingat sesal  Yang mana yang harus dirasa  Campur rasa tak menjadi suka  Malah menduka  Panjang umur malam ini  Penyair sampai hilang puisi  Kata di bait pertama yang tak berarti Pamekasan, 11 April 2023

HUMOR "MA, MINTA ADEK", Oleh: Erka Ray

Di pagi yang cerah, terjadi obrolan seru dari keluarga kecil di meja makan. Disana ada sepasang suami istri dan dua anaknya laki laki dan perempuan yang masih berumur 6 tahun dan si kaka 8 tahun di sela sela sarapan salah satu dari anak mereka memulai obrolan dengan mengajukan permintaan. "Ma, mama dulu yang buat adek gimana sih ma?" tanya si Kakak yang merupakan anak pertama. "Kenapa Kakak nanya kaya gitu," kata si Mama sembari tesenyum menahan tawa. "Kakak pengen adek lagi." "Pengen adek lagi gimana, Kak?" Si mama mulai kebingungan. "Ya pengen adek lagi, Ma. Adek bayi." Matanya mengerjab-ngerjab menunjukkan muka polosnya. "Itu kan masih ada adeknya, Kak." "Iya, Kak. Itu adeknya masih ada, masih lucu juga." Si papa ikut nyeletuk. "Tapi kakak pengen yang masih bayi, Pa, Ma. Iyakan dek?" Si kakak melirik adeknya, meminta dukungan. "Iya, Pa. Adek juga pengen adek baru yang masih bayi."  "Kalia...