"Dipendam sesak. Diungkapkan merusak. Jadi diam sajalah ..."
"Saya terbiasa mengobati luka sendiri, jadi tidak perlu menewarkan obat apalagi bantuan. Sebab semua sudah selesai."
******
KAMU TERTAWA
Aku menelan garam di mulutku hingga keasinan lalu kepahitan, tapi kamu malah tertawa cekikikan. Di mana letak kelucuannya?
Aku jatuh tersungkur ke jurang. Hingga bukan hanya tubuh yang terluka, tapi juga hati yang ikut kena imbasnya. Dan lagi-lagi kamu tertawa. Di mana letak kelucuannya?
Dan kali ini aku terkena pisau tajam. Tak hanya tangan yang berdarah, tapi sesuatu yang ada di dalam sana juga ikut mendesah resah. Dan kamu juga tertawa. Tapi aku terima.
Aku terima kamu tertawa. Bukankah tujuan cinta memang membahagiakan dan menyakitkan. Bukankah dalam cinta harus ada yang jadi korban demi yang lain tidak kesakitan.
Cinta tetap cinta. Ia punya banyak definisinya, berbagai bentuknya, beragam rasanya. Tapi inti dari semuanya adalah suka. Jika beruntung maka manis, jika sial maka pahit. Tapi bukankah manis tanpa pahit tidaklah lengkap? Begitu juga cinta dan dusta yang seringkali bersisihan adanya.
Meski akhirnya aku sampai jungkir balik, dan kamu lagi-lagi tertawa. Maka aku anggap itu sudah biasa. Mungkin kamu sudah ada yang baru sebagai penggantiku.
Komentar
Posting Komentar