Langsung ke konten utama

CERPEN "SELEPAS MAGHRIB (4)", Oleh: Erka Ray


Uang Kuliah (Bagian 4)



Sore hari di salah satu desa yang ada di Kabupaten Sumenep. Kabupaten paling timur pulau Madura. Pulau Madura ini masih bagian dari Jawa Timur. Untuk sampai pada Pulau Madura kalian harus melewati jembatan Suramadu (Surabaya Madura). Jembatan Nasional Suramadu adalah jembatan yang melintasi Selat Madura, menghubungkan Pulau Jawa (di Surabaya) dan Pulau Madura (di Bangkalan, tepatnya timur Kamal), Indonesia. Dengan panjang 5.438 m. Jembatan ini diresmikan pada tahun 2009, dan jembatan ini merupakan jembatan terpanjang di Indonesia saat ini.

Jika melihat sunset atau sunrise di jembatan Suramadu, dijamin indah sekali. Pemandangan yang ditawarkan tidak pernah main-main. Tidak jarang jika jembatan Suramadu itu bisa dibilang tempat yang romantis. 

Kembali lagi pada suasana sore hari di desa Ahmad. 

"Bagus hari ini tidak terlambat, mari berangkat," ucap Ahmad saat mereka berlima, Ahmad, Dika, Sulaiman, Lina dan Dinda sudah berkumpul untuk berangkat mengaji ke Langgar. Rutinitas mereka mengaji ke langgar selepas Maghrib setiap harinya. 

Dari luar Langgar terlibat Mbah Anum sudah berdiri di sana sedang membersihkan kaca-kaca jendela Langgar. Mereka serempak mengucap salam.

"Waalaikumsalam," jawab Mbah Anum. "Kalian selalu mengesankan tidak pernah datang terlambat kalau pergi mengaji," lanjut Mbah Anum, beliau tersenyum pada mereka berlima. 

"Iya lah, Mbah kami tidak pernah terlambat datang, karena jika kami terlambat satu menit saja maka Ahmad akan mengomel satu hari satu malam," celetuk Dika. Ahmad yang merasa disinggung langsung menyikut lengan Dika. 

"Benar kan, waktu hujan kemarin saja kau ngomelnya panjang sekali," lanjut Dika, masih tidak puas.

"Kau ini ada-ada saja, Dika. Bagus justru ada yang mengingatkan kalian untuk selalu tidak telat datang mengaji. Teman yang seperti ini justru yang dicari, yang selalu mengajak pada kebaikan bukan malah sebaliknya," seloroh Mbah Anum. 

Mereka berlima mengangguk paham. Setelahnya Mbah Anum bilang, sekarang giliran Ahmad yang Adzan. Ahmad santai saja, dia sudah lancar Adzan, sudah beberapa kali juga mengerjakannya. Jadi tidak apa jika harus Adzan lagi, toh ini juga sudah menjadi aturan Langgar yang tidak tertulis. 

Mereka akhirnya memutuskan untuk pergi mengambil wudhu. Setelah waktu shalat tiba, Ahmad mau untuk mengundang Adzan. Suaranya terdengar enak. Sopan sekali masuk ke telinga. Setelahnya mereka membaca doa setelah Adzan. 

Kenapa sih kita harus membaca doa setelah adzan? Apa keutamaannya? Salah satunya, saat seseorang membaca doa setelah adzan, maka Allah SWT akan mengabulkan doa-doanya. Tidak ada doa yang ditolak setelah Adzan. Membaca doa setelah adzan juga bisa mendapatkan syafaat Nabi Muhammad Saw di hari akhir. Barangsiapa yang membaca doa setelah adzan, maka Allah SWT pun juga telah menjanjikan surga di akhirat kelak. Demikian keutamaan membaca doa setelah Adzan.

Rutinitas di Langgar terus berjalan, membaca surat-surat pendek bersama lalu mengaji satu persatu. Lalu setelah isya' ditutup dengan kisah-kisah para nabi. Barulah rutinitas tersebut selesai sekitar jam setengah delapan malam. Lalu anak-anak berhamburan menyalami Mbah Anum dan serempak pulang. 

"Kau langsung pulang, Ahmad?" tanya Lina saat mereka masih di teras Langgar.
"Kalau aku sih langsung pulang, sudah mengantuk. Tadi siang tidak tidur," Jawab Sulaiman.
"Eh kau ini, yang ditanya Lina itu si Ahmad kenapa jadi kamu yang jawab sih," ucap Dika bersungut-sungut. 
"Memangnya kenapa, toh aku cuma memberitahu saja," bela Sulaiman pada dirinya sendiri.
"Tidak ada yang mau tahu soal urusanmu itu," Dika menjawab acuh. 

"Sudah-sudah, kalian ini. Jangan bertengkar. Mari kita pulang. Besok ada tugas sekolah, jadi harus dikerjakan malam ini," ucap Ahmad.

"Tugas apa?" Sulaiman bertanya.
"Kau ini jangan pura-pura lupa, besok ada tugas Bahasa Indonesia untuk membuat cerpen," ucap Dinda saat mereka sudah setengah jalan pulang dari Langgar. 

Sulaiman hanya nyengir. Dia tidak lupa, tapi pura-pura lupa saja. Sulaiman termasuk orang yang tidak menyukai pelajaran Bahasa Indonesia. Baginya buat apa belajar bahasa Indonesia kan kita sudah orang Indonesia. Begitu kata Sulaiman. 

Mereka berpisah di perempatan jalan. Dinda dan Lina ke kiri. Dika lurus ke depan. Sedangkan Ahmad dan Sulaiman ke kanan. Mereka masih satu arah. 

"Assalamualaikum," ucap Ahmad sambil mendorong pintu rumah. Sepi tidak ada orang. Kemana? Lalu kak Indah, Kakaknya Ahmad muncul dari kamarnya.

"Bapak sama Mamak kemana, Kak?" tanya Ahmad sambil menyalakan TV. 

"Mamak sedang pergi pengajian ke rumah Mak Latifah. Dan bapak pergi ke rumah Pak Romli," jawab Kak Indah. 

Ahmad ber-oh ria. Mereka menonton TV berdua. Selang lima menit, Mamak Yani pulang. Mereka akhirnya bertiga di rumah, Bapak Bahrur belum juga pulang. Ahmad pamit hendak ke kamarnya ingin mengerjakan tugas. 

Saat sibuk mengerjakan tugas. Sayup-sayup Ahmad mendengar pembicaraan Kakaknya dan Mamaknya. 

"Sebentar lagi pembayaran uang kuliah, Mak," ucap Kak Indah di ruang TV mereka. 
"Sabarlah dulu ya, Mamak masih punya setengah untuk uang kuliah kamu itu. Doakan saja Bapak dapat rezeki jadi uang kuliahmu bisa cepat terkumpul," ucap Mamak. 

Ahmad yang sedang mengerjakan tugas sekolah jadi tidak fokus malah memilih menguping pembicaraan. Kamar Ahmad memang bersebelahan dengan ruang TV mereka, jadi kalau ada yang bicara langsung kedengeran.

"Maaf ya, Mak. Indah lagi-lagi merepotkan Mamak dan Bapak soal urusan kuliah. Belum bisa membayar uang kuliah sendiri," ucap Kak Indah.
"Sudahlah, tidak apa, Dah. Selagi Mamak dan Bapak masih hidup, Kami masih mampu membiayai Kuliah kamu," tutur Mamak. 

Setiap akan menjelang pembayaran kuliah kak Indah, Keluarga Ahmad memang selalu dirundung pilu. Ini betulan, tidak lebay. Keluarga Ahmad bukan termasuk keluarga yang kaya, berbeda dengan keluarga Dika yang serba berkecukupan. Keluarga Ahmad hampir sama dengan Sulaiman dan yang lain. Hanya keluarga sederhana.

Akhirnya Ahmad memilih melanjutkan mengerjakan tugasnya saja. 

Saat malam-malam sekitar jam dua belas, Ahmad yang selesai dari kamar mandi, tidak sengaja mendengar perkataan Mamak dan Bapaknya yang sedang berada di dalam kamar mereka. 

"Mengenai uang Kuliah Indah, untuk sekarang aku belum ada, Yani," ucap Bapak Bahrur. 

"Apa perlu aku jual kalung emas ini?" tanya Mamak Yani kemudian.

"Tidak perlu. Pasti ada rezeki lain nantinya. Kalung dan semua perhiasan yang lainnya hanya untuk keadaan darurat saja, Yani. Ada berapa uang tabungan kita sekarang? Masih empat juta ya, berarti masih kurang tiga juta lagi untuk uang Kuliah Indah," ucap Bapak Bahrur. 

Ahmad memutuskan berlalu tidak mau menguping lagi. Lagi pula Ahmad merasa tidak sopan menguping pembicaraan orang tuanya begini. 

Keesokan hari nya.

Ahmad sudah di perempatan jalan bersama Sulaiman, Lina dan Dinda. Mereka sedang menunggu Dika. 

"Kemana anak itu, kenapa belum datang juga." Sulaiman bersungguh-sungguh. Sudah tidak sabaran, dia mengibas-ngibaskan tangannya pada muka, sudah kegerahan.

"Oy, tunggu," ucap Dika dari kejauhan sambil menggoes sepedanya.

"Maaf aku terlambat kawan, biasa ada kesibukan pagi yang mendadak," ucap Dika dengan alasan-alasan barunya. Mereka akhirnya berangkat sudah hampir jam tujuh.

Di sela-sela perjalanan, Dika yang sepedanya sejajar dengan Ahmad akhirnya berkata,
"Tadi malam, ada Bapak mu datang ke rumah, Ahmad," ucap Dika.

"Sedikit yang aku dengar, Bapakmu membahas soal meminjam uang," lanjut Dika.

Ahmad memilih tidak menimpali, karena mereka sudah sampai ke gerbang sekolah. Pak Taufiq selaku satpam sekolah berdiri sambil tersenyum ke arah mereka berlima.

Ahmad menghela napas di parkiran. Keluarganya sedang tidak baik-baik saja. 



Diselesaikan di Sumenep, 07 Januari 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI "PERCAKAPAN IBU", Oleh: Erka Ray

(Artisoo.com) Anak bertanya, "Kenapa ibu menangis saat mengupas bawang?" "Perih, Nak,"  Katanya demikian  "Kenapa ibu lama membasuh muka?" Pertanyaan selanjutnya "Wajah ibu kotor dosa, Nak. Wajah ibu sering tak ramah saat memintamu mengaji. Apalagi saat menyuruhmu pulang ke rumah, wajah ibu sangar. Pun wajah ibu sering kaulupakan saat kausedang berbahagia." Apa kaulihat ada yang bangun melebihi aku saat pagi tiba? Pun tak kaudapati siapapun di dapur kecuali aku, Nak Mengupas bawang yang sebenarnya masih terkantuk Memotong sayuran  Menyalakan kompor Menyalakan kran air kamar mandi Tak akan kaudapati selain aku, Nak Yang tangannya mencuci baju di kamar mandi dan matanya awas menatap nyala api sedang memasak air untuk membuat kopi Kelak, Jika kautak lagi temukan keributan dari mulutku, Nak Cepat peluk tubuhmu sendiri Mungkin aku sedang ingin beristirahat di ruang tamu Sembari diiringi keramaian lain yang sedang membaca doa-doa Sumenep, 0...

PUISI "PERASANKU", Oleh: Erka Ray

Entahlah,  Malam seakan bersendawa panjang Sehabis sarapan yang mengenyangkan Piring kotor dicuci sehabis itu  Malam tak bergeming di dekat jendela Gorden tak dibuka Untuk apa? Sesal tangan tak menggenggam Sesak dada mengingat sesal  Yang mana yang harus dirasa  Campur rasa tak menjadi suka  Malah menduka  Panjang umur malam ini  Penyair sampai hilang puisi  Kata di bait pertama yang tak berarti Pamekasan, 11 April 2023

HUMOR "MA, MINTA ADEK", Oleh: Erka Ray

Di pagi yang cerah, terjadi obrolan seru dari keluarga kecil di meja makan. Disana ada sepasang suami istri dan dua anaknya laki laki dan perempuan yang masih berumur 6 tahun dan si kaka 8 tahun di sela sela sarapan salah satu dari anak mereka memulai obrolan dengan mengajukan permintaan. "Ma, mama dulu yang buat adek gimana sih ma?" tanya si Kakak yang merupakan anak pertama. "Kenapa Kakak nanya kaya gitu," kata si Mama sembari tesenyum menahan tawa. "Kakak pengen adek lagi." "Pengen adek lagi gimana, Kak?" Si mama mulai kebingungan. "Ya pengen adek lagi, Ma. Adek bayi." Matanya mengerjab-ngerjab menunjukkan muka polosnya. "Itu kan masih ada adeknya, Kak." "Iya, Kak. Itu adeknya masih ada, masih lucu juga." Si papa ikut nyeletuk. "Tapi kakak pengen yang masih bayi, Pa, Ma. Iyakan dek?" Si kakak melirik adeknya, meminta dukungan. "Iya, Pa. Adek juga pengen adek baru yang masih bayi."  "Kalia...