Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2022

PUISI "BODOHKU BERHARAP" Oleh ; Erka Ray

 Pada daun-daun kuning ada garis-garis yang ku lirik  Ada warna coklat yang ku paksa kuat Ada angin yang kupaksa menjatuhkan Tak hanya itu, saat satu persatu pandanganku mengelupas Aku memilih duduk tanpa alas Hanya ada sampah-sampah yang kuinjak Pula rasa harap yang kutitip di matamu Saat angin-angin menyejukkan Aku malah ditusuk oleh sapaannya yang menyakitkan Daun yang kugantung dijatuhkan Apa salah si miskin yang cuma bermodal angan-angan Daunku jatuh ditertawakan Dahanku patah diabaikan Lalu pohonku tumbang tanpa kasih sayang Bodohku menaruhmu dipaling tingginya kedudukan Sumenep, 23 Januari 2022

PUISI "AKU BERTANYA" Oleh ; Erka Ray

 Dari jendela buram waktu itu Aku debu yang bertanya aku siapa Dari dinding yang menguning sore itu Aku retak yang bertanya gunaku apa Di jalanan padat aku menjadi lampu merah Motormu berhenti tapi tidak betah Harapanku menempel di helm mu waktu itu Kamu menghapusnya, katanya mengganggu Aku pun zebra cross untuk menyebrang Dan kakimu kasar menyapaku dengan solnya  Melewati garis putihku dengan terburu-buru Segera pergi tanpa menoleh pada bekas injakanmu di kenanganku Aku jarak yang bertanya sejauh apa aku telah ada Aku jalan yang bertanya serumit apa aku disusuri Aku dinding yang bertanya seputih apa aku menjadi latar di kamarmu Aku jendela yang kebingungan, pemandangan apa yang bisa aku berikan pada matamu Sumenep, 10 Januari 2022

PUISI "AKU, TUBUH SI MISKIN" Oleh ; Erka Ray

Jika sore ini daun jatuh di pekarangan Jangan pernah halangi dia patah Jika sore ini awan mendung kembali tumbang Biarkan dia menangis dengan tenang Dulu aku kira muara bisa dengan mudah kugapai dengan tangan Ternyata butuh sampan dan dayung yang didayuh perlahan Aku kira membujukmu adalah keahlian Ternyata kesenianku tumpul di kata "sudah" Aku seniman receh yang sedang kemiskinan  Kelaparan dengan semua kenyataan Bayangkan dahan jatuh tanpa rangkulan Apa pantas tanah disebut tempat pulang? Nyatanya bangunan kotak tak pernah memberikan sudut-sudut nyaman Meski tangan-tangan tersusun rapi jadi bantal Aku malah kebingungan mencari tempat pembaringan Tuhan, di mana letak tubuhku yang paling nyaman?  Kenapa malah ditoreh dengan perkataan bejat Apa luka hanya bak bubur yang diaduk, saat kenyang lalu dibuang tanpa perlu dimakan? Apa luka hanya sebagai pajangan tua yang sudah diabaikan oleh pembuatnya? Ternyata semiskin itu kita jadi pemilik tubuh yang kaya Lagi-lagi luka hanya bara...