KEKURANGAN FAJAR
Yang tak bisa diucapkan fajar pada pagi,
Adalah rasa rindu yang telah lahir
Yang tak bisa ditangisi fajar,
Adalah ikhlas dari rasa cinta di hati
Yang tak bisa diucapkan fajar,
Adalah melupakan yang telah sibuk menyita perhatian diri
Yang tak bisa ditatap fajar,
Adalah matamu yang telah menyiasati
Siapa yang tetap ditinggal tertidur
Rumah yang tertutup
Matamu pun begitu
Siapa yang digeser dalam sedetik
Kursi di rumahku pun begitu
Siapa yang tak bisa ditinggal pergi
Sakit di hati,
Yang tak bisa diberi janji,
Lupa diberi hati
Adalah sekejap usia fajar yang telah mati
Yang mulai ditakuti fajar,
Suara ramai mulut dari orang berbicara
Yang mulai dipandang fajar,
Dapur-dapur mulai menyiapkan hidangan pagi
Sumenep, 04 Mei 2024
***
PUISI TAK BISA KAU PAKSA
Puisiku tidak bisa kau paksa lahir
Meski dia menangis
Malah membuat lagu pilu di majasnya
Sarkasme dan metafora yang tersiksa
Kemudian lahir di fajar pagi
Mengetik jendelamu dengan jenis majas berikutnya
Mendewakan mentari yang baru lahir
Puisiku tak akan kau temui pada kata-kata romantis bibir-bibir pagi
Kau tak bisa membuat puisinya terlena
Pasang wewangian pada tubuhmu
Bacakan dia berbagai mantera
Puisiku meksi tersiksa di pandangannya
Puisiku tetap tak bisa kau paksa lahir pagi-pagi untuk menutup mimpi
Kau hanya bisa mengunjungi
Lihat aku di sepertiga malam
Aku tengah menemaninya
Puisiku tengah khusyuk meminta orang teristimewanya
Puisiku tengah mendayu menafsirkan arti cintanya,
Perasaannya,
Mengagungkan kekasihnya
Puisiku kemudian lahir
Saat kau tak berada di sisinya
Sumenep, 04 Mei 2024
***
KAU DAN AKU YANG MATI
Rambut-rambut yang basah
Tanah yang juga demikian
Mata yang menutup saat fajar
Selimut kumal
Cerita di malam hari
Lalu tidur menjemput pagi
Kau menasehati
Malam yang syahdu
Ibadah yang telah mati
Kau suruh aku mengangkat tangan
Memuja Tuhan kau katakan
Hingga hujan,
Rumahku basah,
Kau melihatnya bukan
Menangis,
Si bantal yang menggerutu kebasahan
Kau tidur,
Si lampu yang kecewa dimatikan
Kau mati,
Namun telah lebih dulu aku yang mati
Kertas yang kosong
Kau tulis
Namaku yang telah berganti
Almarhum almarhumah orang berbisik di telinga orang yang lain
Kertas kosong,
Rambut basah,
Tubuh wangi,
Kafan suci,
Pulang berdosa di lidah sendiri
Memakan teman
Aku yang telah memakanmu dalam artian tanda kutip
Kita yang berakhir
Kita yang telah dibacakan ayat-ayat suci
Sumenep, 04 Mei 2024
***
SETELAHNYA
Setelah kepulanganmu malam itu
Aku bahkan menggerutu pada malam yang anginnya malah ikut memegang bajumu
Tersenyum, kau pun pulang
Terlena kau telah berbelok di perempatan
Setelah kedatanganmu
Aku berdiri melihat angin sore yang menjadi jalang di rambutmu
Aku yang menggerutu
Kau tersenyum
Kau datang
Cepet pulang kemudian
Setelah kebersamaan kita
Baju-baju yang melambai
Menarik sekali saat disimak di sudut sore
Lalu pulang saat rembulan naik
Aku yang kerudungnya mati kegagapan
Tapi lebih mati saat angin lebih kau cium badannya yang kasat mata
Aku yang matanya panas
Makin memanas kau mengatakan sepotong potret indah telah aku bungkus untuk orang lain
Setelah kepulangan dan kedatanganmu
Aku mati sepanjang jalan ke arah barat
Belok ke selatan, aku semakin mati
Pamekasan, 08 Mei 2024
***
KAU SALAHKAN AKU, AKU SALAHKAN AMARAHMU
Lalu kau sebut apa Er daun-daun kering yang terbakar di siang hari
Sebab api kah?
Api yang yang dinyalakan tadi malam?
Lalu disebut apa Er
Halamanku yang gersang panas
Sebab isi kepalamu kah sehingga menjadi demikian?
Lihat, lidahmu butuh dijemur Er
Kau gelagapan meminta bahasa dari lidahku untuk karya fiksimu
Lantas kita akan menyebut apa Er dengan semua keadaan ini
Definisi singkat dari amarahmu kah?
Atau titisan dari cat pewarna yang baru dioleskan pada rambutku?
Lihat, Er
Bagaimana caraku memadamkan api
Kau malah tertawa memantik api berkali-kali
Katamu, ini adalah imbas bahasa puisiku yang membuatmu ambigu
Lantas kau salahkan aku Er?
Lantas aku harus mengalahkanmu Er?
Lantas bagaimana dengan cara-cara lama yang telah disepakati agar kepalamu tidak ramai tapi mulutmu bungkam Er
Lantas akan diapakan amarah ini
Tulisanku sudah panjang Er mengutuk bahasa yang aku berikan padamu tadi
Kemudian amarahmu lah yang membuatnya kita terbakar
Bukan cuaca yang diperkirakan BMKG Er
Kita telah menyelam di amarah sendiri
Padahal ibumu sering kali bilang, beli lah es batu jika mulut dan kepalamu panas
Tuang pada cerita yang sedang semrawut di sana
Pamekasan, 08 Mei 2024
***
PERTANYAAN-PERTANYAAN YQNG DIBERIKAN PADAKU
Orang menyalahkan aku,
Kenapa bajuku putih,
Itu kata mereka
Lantas mereka akhirnya menjadi tersangka saat membuat bajuku kotor
Aku diberi banyak pertanyaan,
Kenapa bajuku putih nan panjang
Pun tangan mereka yang ikut memanjang menodai bajuku
Lantas aku diberi pertanyaan
Kenapa aku mendekati mereka dengan senyum ramah dan memperlihatkan bajuku
Lantas aku tak memiliki jawaban
Sebab mereka memanggilku terlebih dahulu
Aku memakai baju putih dan panjang
Mereka menginjak bajuku,
Mereka hampir terjatuh
Aku diberi pertanyaan,
Mengapa menggunakan baju sepanjang itu
Kepercayaanku yang mengaturnya demikian,
Perempuan dengan bajunya tertutup dan memanjang
Lantas pertanyaan-pertanyaan lain berdatangan
Mengapa aku ramah
Apa aku berusaha mencari muka?
Begitu kata mereka
Mereka berkata,
Aku mencari tempat di antara mereka yang berbaju merah menyala dengan model selututnya
Lantas mereka mempertanyakan aku yang berbeda
Pamekasan, 09 Mei 2024
***
AKU YANG BODOH MEMBACA BUKU
Berkatalah jika aku si bodoh yang membuka buku dengan tergesa-gesa
Mencari kutipan-kutipan dari ilmuan jaman Yunani kuno
Mencari bait puisi dari sastrawan negeri
Katakan, aku lah si kurang itu
Serba kekurangan pikirannya
Aku membuka buka dengan tidak membaca judulnya
Aku membuka buku dengan membacanya terbalik
Aku mencari nama Plato, Aristoteles dan yang lain di sana
Sedang mataku ditutup dengan kain hitam
Lantas aku beralibi
Akulah si buta yang punya kelebihan
Meminjam buku di atas meja
Mencari cangkir kopi
Lantas aku berpura-pura kedinginan dengan es batu di dalamnya
Sambil bukuku dibaca namun terbalik tulisannya
Pamekasan, 09 Mei 2024
***
SEDANG ANTUSIAS BERCERITA
Bahkan aku tersenyum lebar memberitahu isi tulisanku tadi pagi di sekolah
Anggap, aku adalah anak SD yang baru belajar menulis panjang
Merangkai kata,
Kata guruku aku bisa jadi seorang yang pintar
Lalu aku pulang memberitahukannya padamu
Betapa indah tulisanku hari ini
Banyak puisi
Banyak prosa
Banyak paragraf
Aku belajar
Aku datang dengan berseragam
Lalu aku duduk bersamamu setelah siang dengan matahari yang meninggi
Menceritakan aku yang seperti anak SD
Mengatakan aku banyak sekali menulis
Guruku memberikan pujian
Padahal aku sedang berkhayal
Bahwa aku sedang bercanda
Seolah-olah suka sekali memamerkan buku-bukuku
Pamekasan, 10 Mei 2024
***
SAJAK-SAJAK CINTA DAN KESAKITAN
Aku sedang sakit
Merintih dalam napas-napas yang mulai pendek
Mataku memberi isyarat,
Merah bukan merona
Tapi suhu badanku yang tak ingin kalah bercinta
Aku sedang kesakitan
Ceritaku tangguh dibuat-buat sendiri
Aku sebagai tokoh pemuja akan cintamu
Tak berdaya dibalik perayaan yang lambat laun menipu
Mulutku, dia fasih sekali bersilat lidah memotong kesakitan pada puisi ini yang tengah kutulis
Sebenarnya,
Akulah yang ingin merayakan,
Pipiku merah tak lagi menawan
Mataku merah tak lagi rupawan
Aku meringkus di pokok kasih
Berharap belas kasih
Ah, tidak!
Aku tidak serendah itu menjatuhkan selimut di tengah suhu panas yang menjadi
Aku sakit
Aku sudah merayakan rasa sakit
Rasa-rasa yang kemudian menyapa "Hai"
Aduh, aku kalang kabut mencari kompres meredakan perasaan yang tertuju padamu
Pamekasan, 11 Mei 2024
***
SUDAH BIASA
Kau bertanya bajuku di mana
Lantas aku melihat jemuran
Jemuran luar rumah yang tak ada
Aku mencari-cari di kerudungmu
Barangkali dia sedang berbisik bersembunyi
Dari cerita-cerita yang tadi kumandikan rasa sakitnya
Dan aku hapus tanda bacanya
Bajuku tetap tak tahu kemana
Kau bertanya perihal tanganku
Aku beralih melihat tanganmu
Kukira tanganku jemarinya tengah erat di sana
Kau hanya terdiam dengan kekosongan
Lantas menatapku dengan tak biasa
Kebiasaan-kebiasaan yang sudah tak ada
Kau membuang bekasku tanpa sisa
Kau bertanya aku sedang berdiri kenapa
Aku melihat bahumu kemudian
Biasanya aku mematung di sana
Tempat pulang, tempat kasih, tempat sayang
Tempat aku mendengar bualan yang tak lazim
Aku hanya mengangguk-angguk menunggu pulang yang benar-benar pulang
Kau bertanya kita sedang apa
Aku sedang memetik bunga
Halamanku hampa berlagukan mesra (dahulu kala)
Sekarang kita sudah tak lagi berdansa
Malam-malam yang tak gembira menutup mulut kita
Aku pulang
Kau berakhir
Semesta yang sedang sakit warna-warninya
Pamekasan, 11 Mei 2024
Komentar
Posting Komentar